Senin, 08 Januari 2018

PERAN WAKIL KEPALA BIDANG HUMAS DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI SOSIAL GURU DI MA MIFTAHUT THULLAB PUTATSARI GROBOGAN

PROPOSAL PENDIDIKAN : 
PERAN WAKIL KEPALA BIDANG HUMAS
DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI SOSIAL GURU
DI MA MIFTAHUT THULLAB PUTATSARI GROBOGAN


BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Sekolah atau madrasah adalah salah satu organisasi pendidikan yang mempunyai suatu kekuatan untuk membantu dan mengantarkan peserta didik menuju cita-cita yang mereka harapkan. Madrasah yang baik adalah madrasah yang bisa mencetak siswa-siswa yang berprestasi tinggi dan dapat memanfaatkan guru-guru yang berkualitas baik serta mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sekitar sehingga visi dan misi yang telah disusun bisa terealisasi dengan baik sesuai dengan yang mereka harapkan.
Realitas sekarang begitu banyak lembaga yang tidak bisa memfungsikan manajemennya dengan baik. Memang pada awalnya mereka benar-benar berusaha merencanakan manajemennya dengan sangat baik, akan tetapi pada akhirnya hasil yang mereka peroleh tidak sesuai dengan hasil yang mereka harapkan. Bahkan tidak sedikit lembaga yang merasa kesulitan untuk merealisasikan rencana yang sudah mereka buat sendiri. Hal ini merupakan salah satu penyebab sebuah lembaga bisa tertinggal dengan lembaga-lembaga yang lain. Walaupun demikian, tidak sedikit pula lembaga yang berhasil mengatur manajemennya dengan sangat baik dan hasil yang mereka perolehpun sesuai dengan yang mereka harapkan, yang pada akhirnya lembaga tersebut bisa berkembang dengan pesat.
Upaya menciptakan para peserta didik yang berkualitas diperlukan upaya guru yang maksimal dalam proses mendidiknya. Jadi peran guru sangat sentral dalam perkembangan peserta didik. Oleh karenanya kualitas atau kompetensi guru harus diutamakan dan diberdayakan. Dalam rangka pemberdayaan peningkatan kompetensi guru, wakil kepala madrasah bidang humas mempunyai peran atau tanggung jawab terhadap kualitas guru.
Menurut Jerry Dalton, salah seorang manajer komunikasi di perusahaan Aircraft Company, bahwa humas memiliki peranan penting dalam menjalin komunikasi di suatu instansi atau lembaga.[1] Jerry menegaskan bahwa ketika berbicara tentang humas (public relation) maka kata kuncinya ialah komunikasi. Komunikasi ialah salah satu ilmu terapan yang mempunyai tujuan memecahkan masalah-masalah praktis, yang langsung dapat dirasakan guna dan manfaatnya secara sosial.[2] Begitu pentingnya humas, meskipun sekadar fungsi meningkatkan citra dan reputasi organisasi di mata stakeholder-nya, dalam menjaga reputasinya itu organisasi tersebut menjalankan community relation perwujudan dari tanggung jawab sosial organisasi.
Hubungan masyarakat (humas) merupakan kegiatan mengkomunikasikan kebijakan seseorang atau lembaga ke dalam maupun ke luar dengan tujuan membina hubungan baik dan berarti dengan publik.[3] Jika asumsinya demikian, maka hipotesa Jerry Dalton bisa dibenarkan secara relatif atas dasar aktivitas humas sebagai wahana integrasi internal dan eksternal dalam suatu organisasi.
Sekolah, sebagai salah satu organisasi yang berbasis pendidikan, ukuran kinerja atau keberhasilan menghasilkan lulusan yang berkualitas ditentukan oleh banyak faktor, antara lain: pengelolaan manajemen, guru, fasilitas pembelajaran, sarana prasarana dan karakteristik siswa (sebagai row input).[4] Oleh hal tersebut, guru merupakan salah satu unsur penting dalam menentukan kualitas lulusan pendidikan.
Melihat pendidikan sebagai investasi jangka panjang untuk membangun dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, kiranya penting untuk mengkaji kompetensi guru yang diorientasikan pada asumsinya sebagai kemampuan adaptif dengan lingkungan sosial kerja seorang guru sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya, karena pada akhirnya kemampuan tersebut menjadi tolak ukur untuk menentukan kualitas guru tersebut. Kemampuan (kompetensi) tersebut, menurut Suwarna, sebenarnya secara implisit tercakup dalam penguasaan kompetensi mengajar. Dalam arti, seorang guru dengan kompetensi mengajar yang baik dan bertanggung jawab diasumsikan akan secara simultan menguasai kompetensi profesional dan kompetensi sosial.[5]
Penjabaran kompetensi guru, menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, disebutkan mencakup 4 (empat) dimensi, yang salah satunya ialah dimensi komunikasi sosial: “kemampuan guru untuk berkomunikasi serta berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua atau wali, dan masyarakat sekitar”,[6] yang diterjemahkan oleh beberapa ahli sebagai: “kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain, dan kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dalam melaksanakan tanggung jawab sosial.”[7]
Berdasarkan penjabaran tersebut, kompetensi sosial guru dalam penelitian ini akan diukur melalui 5 (lima) indikator: interaksi guru dengan siswa, interaksi guru dengan kepala sekolah, interaksi guru dengan rekan kerja, interaksi guru dengan orang tua siswa, dan  interaksi guru dengan masyarakat
Organisasi (termasuk di dalamnya ialah sekolah dalam dimensi ke-humas-an) jika dipahami sebagai jaringan komunikasi, maka titik berat kajian terhadap organisasi tersebut ialah pada kajian mengenai cara-cara manajemen menggunakan jaringan formal untuk mencapai tujuan organisasi.[8] Artinya, dalam muara potitional tradition—seperti istilah yang dikemukakan Pawito—di organisasi tersebut ketika kedudukan humas memiliki legitimate dalam komunikasi yang diprakarsai dan disampaikannya kepada seluruh komponen organisasi yang bersinggungan secara langsung dengan row input di dalam kelas maupun lingkungan sekolah maka pencapaian kinerja organisasinya dapat berjalan dengan baik.[9]
Tarik ulur hubungan humas dengan guru dalam organisasi pendidikan, ialah pada dominasi humas dalam pengaruhnya menjalankan peran dan fungsinya di organisasi tersebut. Dengan kata lain, jika humas ditempatkan sebagai sub departemen yang berbeda dalam organisasi pendidikan (bukan koalisi dominan yang paling puncak), maka akses langsung humas terhadap segala aktivitas dan program pendidikan yang bersinggungan langsung dengan guru tidak akan berfungsi secara maksimal. Hal ini merujuk pada fungsi humas sebagai penasehat bagi organisasi yang diwakilinya dan ikut serta dalam pemecahan berbagai persoalan pembelajaran yang lebih menekankan pada fungsi bagian humas sebagai pencari informasi yang digunakan untuk bahan manajemen pembelajaran yang notabene adalah ranah guru.[10]
Humas bekerja dalam susunan organisasi dan kompleksitas sistem organisasi pendidikan, dan mempunyai skema organisasi tersendiri. Puncak hierarki skema organisasi pendidikan ada pada kepala sekolah yang membawahi wakil-wakil bidang tertentu yang mempunyai tugas berbeda namun berbagi prinsip yang sama. Ketika humas dijabarkan sebagai salah satu komponen organisasi, maka dalam struktur organisasi pendidikan (sekolah) humas secara formal dipegang secara penuh peran dan fungsinya sebagai nama wakil kepala (waka) bagian humas yang bekerja dibawah kepala organisasi pendidikan (Kepsek). Belum optimalnya kinerja guru MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan salah satunya diduga karena penguasaan kompetensi yang harus dikuasai guru masih belum optimal.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, sekaligus agar guru MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan menerima informasi yang jernih dan berimbang, MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan mulai berbenah diri dengan melibatkan bagian humasnya secara langsung dengan guru dalam konteks pembelajaran pendidikan di lembaga pendidikan formal tersebut. Melihat MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan sebagai komponen yang melayani pesan-pesan pendidikan masyarakat lingkungannya, berdasarkan hal ini antara masyarakat (yang anak-anak mereka dititipkan ke MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan) dan MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan memiliki hubungan rasional berdasarkan kepentingan dari kedua belah pihak dimana pesan-pesan mutualisme tersebut dicerna oleh humas sebagai mandat yang harus disampaikan kepada guru-guru yang mengajar secara langsung anak-anak masyarakat.
Menyadari kestrategisan peran guru dalam pencapaian tujuan pendidikan, serta melihat posisi MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan sebagai lembaga pendidikan yang berkomitmen melahirkan output yang berkualitas dengan humas sebagai penerima pesan-pesan pendidikan dari lingkungan masyarakat, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mendalami peran  wakil kepala bidang humas dalam kaitannya meningkatkan kompetensi sosial guru dalam karya ilmiah dengan judul: Peran Wakil Kepala Bidang Humas dalam Meningkatkan Kompetensi Sosial Guru di MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.

B.       Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini ialah peran wakil kepada bidang hubungan masyarakat (humas) dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan. Adapun yang dimaksud kompetensi sosial dalam skripsi ini meliputi kompetensi sosial guru dalam bidang komunikasi lisan dan tulisan.

C.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.    Apa saja program kerja wakil kepada bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan?
2.    Bagaimana strategi wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan?
3.    Bagaimana implementasi dari program kerja dan strategi wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan?

D.      Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan permasalahan yang telah tersebutkan di atas, maksud dari penulisan ini ialah:
1.    Untuk mengetahui program kerja wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.
2.    Untuk mengetahui strategi wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.
3.    Untuk mengetahui implementasi dari program kerja dan strategi wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.

E.       Manfaat Penelitian
Penelitian ini tentunya ada beberapa manfaat, sebagaimana yang tertuang berikut ini:
1.    Secara teoritis,
Secara teoritis penelitian ini memberikan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan wawasan di bidang kehumasan dalam meningkatkan kompetensi sosial guru.
2.    Secara praktis
a.    Bagi sekolah,
Bagi sekolah, hasil penelitian ini duharapkan dapat menjadikan media atau sarana informasi kepada masyarakat secara umum terkait kompetensi sosial guru. Serta Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran wakil kepala bidang humas dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi sosial guru.
b.    Bagi guru,
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjalin komunikasi yang konstruktif antar sesama guru, pihak sekolah, masyarakat, siswa serta dari humas sendiri dalam rangka peningkatan kompetensi sosial guru.
c.    Bagi masyarakat,
Bagi masyarakat diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadikan kazanah atau wawasasannya terkait kualitas atau kompetensi yang dimiliki oleh guru tersebut bisa diketahui secara langsung oleh masyarakat.
d.   Bagi siswa
Bagi siswa diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu membangun komunikasi yang bersifat pembelajaran kepada para gurunya.
e.    Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan pengetahuan dalam bidang penelitian dan khususnya pengetahuan tentang peran wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru.

  


BAB II
WAKIL KEPALA BIDANG HUMAS  DAN KOMPETENSI SOSIAL GURU

A.      Humas dalam Lembaga Pendidikan Formal sebagai Wakil Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Waka Humas)
1.    Konsep dasar humas dalam suatu organisasi
Istilah humas, yang secara sederhana diterjemahkan sebagai public relation, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1807 oleh presiden Amerika Serikat yang bernama Thomas Jefferson. Barulah sekitar awal abad ke-20 Edward L. Bernays memberikan asumsi-asumsi ilmiah tentang public relation dalam kuliahnya. Pada waktu itu public relation masih dipahami secara tradisional, dan dipersepsikan sesuai background teknik, industry, sosial, ekonomi, dan budaya penerjemahnya. Dalam bayangan mereka, suatu kelompok, bagaimanapun peran kehidupannya, memerlukan kerjasama kolektif karena dipandang sangat penting dan dibutuhkan. Kerjasama semacam inilah yang kemudian diistilahkan sebagai public relation, atau humas.[11]
Karena beberapa hal, definisi yang pasti tentang humas (public relation) sampai sekarang belum disepakati. Terkadang, public relation tidak diterjemahkan sebagai humas, atau humas dalam konsentrasi tertentu diterjemahkan sebagai media relation, bukan public relation itu sendiri. Sulitnya mendapatkan definisi yang sama tentang humas, atau setidaknya banyaknya definisi tentang humas, dikarenakan satu alasan: adanya indikasi baik teoritis maupun praktis bahwa kegiatan humas bersifat dinamis dan fleksibel terhadap perkembangan masyarakat, sehingga definisinya tak bisa tidak terus berkembang dan dinamis pula.
Namun tidak menjadi soal ketika memaparkan definisi humas menurut beberapa ahli dari berbagai latar belakang pendidikan, sosial, budaya, dan ekonomi tertentu. Seperti The British Institute of Public Relations menegaskan bahwa humas ialah aktivitas pengelolaan komunikasi antara organisasi dan publiknya.[12] Oemi Abdurrahman mengartikan humas sebagai kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, dukungan, dan kepercayaan serta penghargaan pada dan dari publik, pada khususnya, atau masyarakat pada umumnya.[13] Sementara International Public Relations Association (IPRA) memberikan gambaran humas sebagai suatu fungsi manajemen yang berlangsung terus menerus dengan menjalin dan memelihara rasa saling percaya yang ada kaitannya dengan dirinya melalui komunikasi.[14]
Konsep fungsional humas dalam suatu organisasi apapun, tergambar dalam rumusan sebagai berikut: pertama, menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi, kedua, membina hubungan harmonis antara organisasi dan publik, baik publik internal maupun publik eksternal, ketiga, menciptakan komunikasi dua arah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepada publik dan menyalurkan opini publik ke organisasi, keempat, melayani publik dan menasehati pimpinan organisasi demi kepentingan bersama.[15]
Sedangkan menurut Rex Harlow fungsi humas yang khas ialah mendukung:[16]
a.    Pembinaan dan pemeliharaan  jalur bersama antara organisasi dengan publiknya mengenai komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama,
b.    Melibatkan manajemen dalam permasalahan dan persoalan.
c.    Membantu manajemen menjadi tahu dan tanggap terhadap opini publik.
d.   Menetapkan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan publik,
e.    Mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif,
f.     Bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam membantu mengantisipasi kecenderungan dan menggunakan penelitian secara teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai saran utama
2.    Tinjauan umum tentang wakil kepala bidang humas (waka humas)
Tentang tujuan utama yang ingin dicapai dengan memberikan posisi dan peran tertentu pada humas dalam lembaga pendidikan formal, yang selanjutnya dalam struktur organisasi lembaga pendidikan diperankan secara fungsional oleh wakil kepada bidang hubungan masyarakat (waka humas), dapat dilihat dari rangkaian berikut ini:[17]
a.    Waka humas bertanggung jawab dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan dan sasaran yang ingin direalisasikan sekolah.
b.    Waka humas bertanggung jawab dalam meningkatkan pemahaman sekolah tentang keadaan dan aspirasi masyarakat terhadap sekolah.
c.    Waka humas bertanggung jawab dalam menggalang usaha orang tua dan guru dalam memenuhi kebutuhan anak didik serta meningkatkan kualitas dan kuantitas bantuan orang tua murid dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
d.   Waka humas bertanggung jawab dalam mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peranan pendidikan di sekolah dalam era pembangunan.
e.    Waka humas bertanggung jawab dalam membangun dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sekolah.
f.     Waka humas bertanggung jawab dalam memberi tahu masyarakat tentang pertanggung jawaban sekolah atas harapan yang dilakukan sekolah.
Bertanggung jawab secara langsung kepada kepala sekolah atau kepala madrasah, waka humas menyesuaikan kewajiban dan haknya sebagai salah satu komponen organisasi pendidikan dan bersinggungan secara langsung pada 3 (tiga) fungsi utamanya: [18]
a.    Menilai dan menentukan pendapat umum yang berkaitan langsung dengan organisasi pendidikannya,
b.    Memberikan saran kepada pimpinan organisasi pendidikan tentang cara-cara mengendalikan pendapat umum sebagaimana mestinya,
c.    Menggunakan komunikasi untuk mempengaruhi pendapat umum tersebut.
Kegiatan waka humas menjadi sangat penting dalam lembaga pendidikan formal karena memegang peran penting dalam komunikasi dua arah. Selain bertanggung jawab dalam memberikan nasehat menerapkan setiap kebijakan yang pada akhirnya mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap organisasi pendidikan yang dipublikasikannya, waka humas juga diperintahkan agar memperkerjakan praktisi-praktisi dalam struktur organisasi waka humas itu sendiri yang terlatih dan berbasis profesi (professional).[19]
Komunikasi dua arah yang berusaha dibangun waka humas meliputi ‘masyarakat dalam’ (komunikasi internal) serta ‘masyarakat luar’ (komunikasi eksternal) yang ada urusannya dengan organisasi pendidikan yang dibina waka humas agar tercipta komunikasi dua arah ‘masyarakat’ tersebut secara harmonis. Masyarakat dalam yang menjadi urusan waka humas terdiri atas orang-orang yang bergiat dalam organisasi pendidikan tempat waka humas bekerja yang secara fungsional mempunyai tugas dan pekerjaan, serta hak dan kewajiban tertentu. Contoh warga masyarakat dalam tersebut ialah staf wakil kepala bidang-bidang tertentu yang bekerja dibawah kepala sekolah, komite sekolah, staf dewan guru beserta seluruh murid. Sedangkan masyarakat luar terdiri atas orang-orang diluar organisasi pendidikan, baik yang ada kaitannya dengan sekolah (organisasi pendidikan tersebut) maupun yang diharapkan atau diduga ada/akan ada kaitannya dengan organisasi pendidikan.
3.    Tinjauan tentang tujuan dan manfaat dari humas
Menurut Sutjipto dan Bashori dalam bukunya B. Suryobroto bahwa tujuan utama yang ingin dicapai dengan mengembangkan kegiatan humas di sekolah adalah sebagai berikut :
a.    Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan dan sasaran yang ingin direalisasikan sekolah
b.    Meningkatkan pemahaman sekolah tentang keadaan dan aspirasi masyarakat terhadap sekolah
c.    Menggalang usaha orang tua dan guru dalam memenuhi kebutuhan anak didik serta meningkatkan kualitas dan kuantitas bantuan orang tua murid dalam kegiatan pendidikan di sekolah
d.   Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peranan pendidikan di sekolah dalam era pembangunan
e.    Membangun dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sekolah
f.     Memberi tahu masyarakat tentang pertanggungjawaban sekolah atas harapan yang dibebankan masyarakat serta memberi tahu semua kegiatan yang dilakukan sekolah
g.    Mencari dukungan dan bantuan dari masyarakat dalam memperoleh sumber-sumber yang diperlukan untuk meneruskan dan meningkatkan program sekolah.[20]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penyelenggaraan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah :
a.    Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan dan sasaran yang ingin dicapai sekolah
b.    Meningkatkan pemahaman sekolah tentang keadaan dan aspirasi masyarakat terhadap sekolah
c.    Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peranan pendidikan dalam era pembangunan
d.   Menjalin kerja sama untuk memenuhi kebutuhan anak didik dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
Terjadinya hubungan yang baik antara sekolah dan orang tua murid serta masyarakat akan bermanfaat bagi sekolah, orang tua murid dan anak didik sendiri.
a.    Manfaat bagi sekolah
1)      Memudahkan sekolah untuk memperbaiki kondisi pendidikan
2)      Memperbesar usaha meningkatkan profesi staf sekolah terutama guru
3)      Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sekolah sehingga sekolah mendapat bantuan dan dukungan masyarakat serta memperoleh sumber-sumber yang diperlukan untuk meneruskan dan meningkatkan program sekolah.
b.    Manfaat bagi masyarakat dan orang tua murid
1)      Masyarakat akan mengetahui semua hal tentang persekolahan beserta inovasinya
2)      Masyarakat akan mengetahui semua kegiatan yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan masyarakat
3)      Masyarakat dapat menyalurkan pasrtisipasinya.
c.    Manfaat bagi anak didik
1)        Pengetahuan yang belum diperoleh di sekolah dapat diperoleh dari masyarakat dan orang tua
2)        Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di sekolah dapat diaplikasikan di masyarakat
3)        Anak didik akan belajar di masyarakat, mengingat waktu yang disediakan sekolah berkisar tujuh jam.[21]
4.    Tinjauan tentang kelengkapan keahlian wakil kepala bidang humas
Dalam konsep idealnya, dalam organisasi pendidikan, kemapanan struktur organisasinya yang melangsungkan wacana keberlangsungannya secara sistemik akan menyelesaikan tujuan pendidikan secara efektif. Oleh karena itu wakil kepala bidang humas mempunyai 4 (empat) kelengkapan mendasar yang diharapkan sesuai dengan biaya, personel, dan waktu yang direncanakan, yaitu:[22]
a.    Bagian administrasi dan keuangan
Bagian wakil kepala bidang humas yang mengurusi sirkulasi keuangan dan administrasi dari organisasi wakil kepala bidang humas itu sendiri.
b.    Bagian marketing
Mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pemasaran dan propaganda. Pada dasarnya berkutat pada analisis pasar dan daya minat masyarakat terhadap organisasi pendidikan tersebut, perencanaan tawaran sarana, program pendidian, media pembelajaran, dan lain-lain kepada masyarakat luar dan mempromosikannya.
c.    Bagian publishing
Muara kinerjanya ada pada pekerjaan-pekerjaan di bidang redaksional, seperti pengumuman kepada masyarakat luar maupun dalam, dan me-blowup berbagai hasil karya masyarakat dalam organisasi pendidikan tersebut seperti menerbitkan buletin, edaran, majalah, dan lain-lain yang merupakan produk komponen organisasi pendidikan.
d.   Bagian dokumentasi dan statistik
Seperti yang terkesan dari namanya, bagian ini mengurusi pekerjaan-pekerjaan di bidang statistik dan laporan, mengumpulkan data dari berbagai organisasi pendidikan, menyusun, dan mengolahnya kedalam susunan-susunan statistikal. Bagian ini juga mengurusi daftar dan draft bahan-bahan bacaan yang diperlukan perpustakan sekolah untuk dipelajari maupun dipinjamkan kepada guru dan siswa sekolah.
Sebagai sebuah manajemen, wakil kepala bidang humas menjalankan fungsinya mencapai tujuan organisasi pendidikan yang memperkerjakannya melalui beberapa tahapan:[23]

a.    Perencanaan
Dalam tahap perencanaan ini meliputi penentuan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur, pembuatan prediksi apa yang akan terjadi,
Adapun kegunaan dalam suatu perencanaan adalah sebagai berikut;
1)      Untuk membedakan arah dari setiap kegiatan dengan jelas sehingga hasil yang diperoleh bisa seefektif dan seefisien mungkin.
2)      Untuk mengevaluasi setiap tujuan-tujuan yang sudah dilakukan sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sehingga bisa dihindari lebih awal.
3)      Memudahkan pelaksanaan kegiatan untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul sehingga sehingga lebih waspada dan dan dapat diselesaikan dengan cepat.
4)      Menghindari pertumbuhan dan perkembangan yang tak terkendali.[24]
b.    Pengorganisasian
Nanang Fatah dalam bukunya Landasan Manajemen Pendidikan menyebutkan bahwa;  Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya sebuah perusahaan, sebuah sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi tersebut dapat tercapai secara efektif.[25]
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pengorganisasian pada intinya merupakan proses pembagian kerja kedalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.
Dengan demikian diketahui bahwa unsure-unsur dasar pembentuk organisasi ada beberapa yaitu pertama, Adanya tujuan bersama, kedua adanya dua orang atau lebih, ketiga adanya pembagian kerja yang jelas, keempat adanya kerja sama yang baik.
c.    Kepemimpinan
Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarhkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.[26]
Sedangkan Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat diartikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh kepada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Ada 3 implikasi penting dari pengertian tersebut yaitu pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain-bawahan atau pengikut. Disini terdapat unsure kesediaan bawahan untuk menerima pengarahan dari pemimpin. Kedua, Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang. Disini pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan bawahan, akan tetapi bawahan tidak dapat mengarahkan kegiatan pemimpin. Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan kepada bawahan, pemimpin juga dapat mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, akan tetapi juga dapat mempengaruhi bawahan melaksanakan perintahnya.[27]      
Dari beberapa hal tersebut diatas, diketahui bahwa bagaimana pemimpin berperilaku akan sangat berpengaruh terhadap roda organisasi yang mana tingkah laku tersebut akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuannya, nilai-nilai dan pengalaman mereka.
d.   Pengkomunikasian; rencana-rencana dan berbagai prediksi yang sudah disusun kemudian dikomunikasikan dengan semua pihak yang bersangkutan dengan metode yang sesuai,
e.    Pengawasan
Tak dapat disangkal bahwa pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen yang sangat penting demi tercapainya tujuan organisasi. Supaya pengawasan yang dilakukan dapat efektif, maka haruslah terkumpul data-data dan fakta-fakta yang bersangkutan. Beberapa cara mengumpulkan fakta tersebut diantaranya;
1)   Peninjauan Pribadi. Dalam hal ini pemimpin mengadakan peninjauan (melihat sendiri) kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya.
2)   Interview atau lisan. Ketika bawahan melaporkan hasil kerjanya, pemimpin langsung menanyakan sendiri apa yang ingin diketahuinya.
3)   Laporan tertulis. Disini pemimpin bisa melihat laporan pertanggungjawaban  hasil kerja bawahannya.
4)   Laporan dan pengawasan kepada hal-hal yang bersifat istimewa, misalnya ketika terjadi kekeliruan atau ketidakwajaran dsb.[28]     
Setelah fakta dan data tersebut terkumpul pengawasan baru bisa dilakukan melalui tiga proses sebagai berikut;
1)   Menetukan dan menetapkan standart.
Standar disini bisa dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu Pertama standart fisik: kualitas dan kuantitas hasil produksi dan waktu, Kedua Standart biaya, standar penghasilan dan standar deviasi, Ketiga standar intelegible yaitu standar yang tidak bisa diukur dengan bentuk fisik maupun bentuk uang.
2)   Evaluasi.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan hasil kerja maka perlu adanya evaluasi. Evaluasi bisa dilakukan dengan melihat laporan tertulis maupun laporan langsung dari bawahan kepada atasan. Karena evaluasi bertujuan menilai aspek keberhasilan dan kegagalan, menganalisa sebab-sebabnya, menyimpulkan apa yang sudah dicapai, menentukan faktor pendukung dan penghambatnya
3)   Tindakan perbaikan.
Perbaikan tindakan dilakukan supaya tujuan pengawasan bisa direalisir dengan baik ssuai dengan harapan.

B.       Tinjauan tentang Konsep Kompetensi Sosial Guru
Sebelum membahas mengenai kompetensi sosila guru, lebih kiranya akan dibahas terlebih dahulu mengenail kompetensi guru secara umum.
a.    Kompetensi Guru
1.    Pengertian Kompetensi Guru
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan , dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[29] Sedangkan menurut Nana Sudjana kurang lebih berpendapat bahwa kompetensi adalah kemampuan dasar yang dimiliki oleh seseorang.[30]
Sedangkan guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[31] Sehingga kompetensi guru diartikan sebagai kemampuan dasar seorang guru untuk menentukan atau menjalankan profesinya (mengajar) yang dilandasi dengan pendidikan keahlian.
Kompetensi guru dalam Buku Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar meliputi 4 hal, yaitu :
a.       Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia.
b.      Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya.
c.       Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri dan sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya.
d.      Mempunyai ketrampilan tehnik mengajar.[32]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah kemampuan dasar seorang guru untuk menjalankan tugasnya (profesinya) yang ditandai dengan pendidikan keahliannya.
2.    Macam-macam Kompetensi yang harus dimiliki Guru
Tim penyusun Ditjen Binbaga Islam Depag RI, merumuskan bahwa secara garis besar ada dua jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru agar mampu melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu kompetensi utama dan kompetensi penunjang.
a.    Kompetensi Utama
1)   Kemampuan Akademik
Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru harus mendalam terutama meliputi antara lain hal-hal berikut ini :
a)    Memahami dengan baik dasar-dasar psikologi dan sosiologi pendidikan.
b)   Memahami karakter dan perkembangan psikologis, sosiologis, dan akademik setiap anak didik.
c)    Memahami cara mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual anak didik.
d)   Memahami kurikulum yang berlaku secara utuh, terutama menyangkut mata
e)    Pelajaran yang menjadi bidang tugasnya
f)    Memahami metode pembelajaran yang paling tepat dan mutakhir.
g)   Memahami perencanaan, proses, dan evaluasi belajar yan tepat.
h)   Memahami cara penggunaan media dan sumber belajar secara tepat.
i)     Memahami tujuan pendidikan Nasional, khusunya tujuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan tingkatannya.
2)   Kemampuan Menciptakan Suasana Belajar Yang Kondusif
Kemampuan ini meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut :
a)    Menciptakan lingkungan sekolah yang saling menghormati dan menghargai
b)   Menanamkan agar siswa memberi penghargaan yang tinggi terhadap ilmu dan belajar.
c)    Menumbuhkan sikap dan sifat yang positif
d)   Melibatkan siswa secara maksimal dalam proses pembelajaran
e)    Menggunakan berbagai pendekatan dalam pengajaran.
b.    Kompetensi Pendukung
1)   Kemampuan Membangun Hubungan
Komunikasi Kemampuan ini meliputi :
a)    Mengutamakan kerja kolaboratif dan kolektif sesama guru dan warga sekolah lainnya.
b)   Membangun lingkungan kerja yang sehat (healthy relathionship).
c)    Menjaga komuikasi dengan orang tua siswa dan masyarakat.
d)   Menempatkan kesuksesan setiap siswa sebagai tujuan dari setiap langkah yang diambil.
2)   Kemampuan Kepemimpinan (leadership)
Aspek kepemimpinan yang perlu dimiliki oleh guru meliputi antara lain:
a)    Mendorong anak didik untuk tidak bergantung pada orang lain dalam belajar.
b)   Menunjukkan kemampuan beradaptasi dan fleksibel.
c)    Menunjukkan perilaku yang sopan dan bertanggung jawab.
d)   Mengakui, menghargai, dan memberi dukungan terhadap perbedaan pandangan
e)    Mengelola sumber-sumber yang ada secara efektif dan benar.
3)   Kemampuan Mengembangkan Diri
Kemampuan mengembangkan diri antara lain meliputi :
a)    Mengambil inisiatif dalam mengembangkan kemampuan diri tanpa perlu menunggu instruksi atasan.
b)   Menyediakan waktu untuk membaca dan mempelajari metode mengajar terkini.
c)    Melakukan refleksi dan riset sederhana terhadap pengajaran mereka sendiri secara berkala.
d)   Mengikuti pelatihan-pelatihan atau pertemuan-pertemuan non formal tentang pendidikan.[33]
Sedangkan menurut Oemar Hamalik kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi : Kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi soaial atau kemasyarakatan.[34]
Secara teoritis ketiga  kompetensi tersebut dapat dipisah-pisahkan  satu sama lain akan tetapi secara praktek ketiga kompetensi tersebut tidak mungkin dipisah-pisahkan. Untuk lebih jelasnya akan penulis paparkan satu persatu :
a.       Kompetensi profesional guru
Kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan wewenang dalam menjalankan profesi keguruannya. Menurut Muhibbin Syah kurang lebih mengatan bahwa dalam menjalankan kewenangan profesinalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang bersifat pesikologis yang meliputi : Kompetensi Kognitif, kompetensi afektif, kompetensi psikomotor.[35]
Untuk lebih jelasnya, akan diuraikan satu persatu sebagai berikut :

1)     Kompetensi bidang kognitif
Artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
2)     Kompetensi bidang sikap
Kompetensi bidang ini artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
3)     Kompetensi perilaku / Psikomotor
Artinya kemampuan guru dalam berbagai ketrampilan / berprilaku, seperti ketampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa, ketrampilan menumbuhkan semangat belajar siswa, ketrampilan menyusun persiapan mengajar dan ketrampilan melaksanakan administrasi kelas.[36]
Ketiga bidang kompetensi itu tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
b.      Kompetensi kepribadian
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru. Karena disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan. Mengenai pentingnya kepribadian guru, Zakiyah Darajat kurang lebih mengatakan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik.[37]
Dari uraian di atas ada sepuluh kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, yaitu :
1)      Menguasai bahan
2)      Mengelola proses belajar mengajar
3)      Mengelola kelas
4)      Menggunakan media / sumber belajar
5)      Menguasai landasan-landasan kependidikan
6)      Mengelola interaksi belajar mengajar
7)      Menilai prestasi belajar
8)      Mengenal fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan
9)      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10)  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

c.       Kompetensi Sosial
Lebih rinci A.S. Lardizabal dalam “Profesioanlisme keguruan”, menjelaskan bahwa guru paling tidak memiliki beberapa kompetensi personal-sosial yang penting antara lain :
1)        Menghayati dan mengenal nilai-nilai hidup
2)        Berlaku jujur dan bertanggung jawab
3)        Mampu berperan sebagai pemimpin dalam masyarakat dan sekolahan
4)        Bersikap sahabat dengan siapapun dan terampil dalam menggunakan bahasa-bahasa komunikasi dalam tata pergaulan
5)        Berperan aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakat setempat
6)        Berperan teguh dalam memegang nilai dan norma kehidupan dan menggunakan prinsip dan kode etik sebagai guru
7)        Selalu bersedia berperan sebagai aktor perubahan yang positif dalam kegiatan kemasyarakatan
8)        Menjaga mental agar tetap sehat dan stabil
9)        Guru tampil secara pantas dan rapi
10)    Berbuat kreatif dengan penuh perhitungan
11)    Membangun relasi sosial guna meningkatkan dan menyelesaikan tugas-tugas peran profesionalnya
12)    Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya guna meningkatkan produktifitas sebagai seorang guru.[38]
3.    Karakteristik Kompetensi Guru
Kompetensi seorang guru harus mempunyai karakteristik. Diantara karakteristik kompetensi guru fiqih adalah :
a.       Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Nana Sudjana kurang lebih berpendapat bahwa tugas dan tanggung jawab guru dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
1)      Guru sebagai pengajar
Guru sebagai pengajar, lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakanpengajarannya. Dalam tugas ini guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknik mengajar di samping menguasai ilmu dan bahan
2)      Guru sebagai pembimbing
Guru sebagai pembimbing adalah memberikan tekanan pada tugas memberikan bantuan kepada siswa dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek pendidik, sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai para siswa
3)      Guru sebagai administrator kelas.
Guru sebagai administrator kelas, pada hakekatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan pada umumnya. [39]
Setiap guru harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab. Tanggung jawab guru di antaranya adalah mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada anak didik. Sehingga terjadi proses konversi nilai, karena melalui proses pendidikanlah diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.
Tanggung jawab guru mencakup dalam beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut:
1)      Tanggung jawab moral
Tanggung jawab moral berarti bahwa setiap guru harus mempunyai kemampuan menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan moral pancasila dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
2)      Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah
Yang dimaksud tanggung jawab di bidang pendidikan di sekolah yaitu, setiap guru harus menguasai cara belajar mengajar yang efektif, mampu membuat satuan pelajaran, mampu memahami model bagi siswa, mampu memberikan nasehat, menguasai teknik-teknik pemberian bimbingan dan layanan, dan mampu membuat dan melaksanakan evaluasi.
3)      Tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan
Berarti bahwa guru harus turut serta dalam mensukseskan pembangunan dalam masyarakat, untuk itu guru harus mampu membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat.
4)      Tanggung jawab dalam bidang keilmuan
Yang dimaksud adalah bahwa guru selaku ilmuwan bertanggung jawab dan turut serta memajukan ilmu, terutama ilmu yang telah menjadi spesialisasinya dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan.[40]
Dengan demikian guru berkewajiban membina pengetahuan, sikap dan ketrampilan siswa sekurang-kurangnya harus terus menerus membina suasana keagamaan dan kerja penuh rasa persatuan.
b.      Fungsi dan Peranan Guru
Fungsi dan peran guru sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Untuk itu disebutkan fungsi dan peran guru, sebagai berikut :
1)      Guru sebagai pendidik dan pengajar
2)      Guru sebagia anggota masyarakat
3)      Guru sebagai pemimpin
4)      Guru sebagai pelaksana administrasi
5)      Guru sebagai pengelola proses belajar mengajar.[41]
Guru sebagai pendidik dan pengajar hendaknya memiliki kestabilan emosi ingin memajukan siswa, bersikap realistis, jujur, dan terbuka, peka terhadap perkembangan pendidikan. Untuk mencapai semua itu guru harus memiliki dan menguasai berbagai jenis bahan pelajaran, menguasai teori dan praktek kependidikan, menguasai kurikulum dan metodologi pengajaran.
Guru sebagai anggota masyarakat, hendaknya pandai bergaul dengan masyarakat. untuk itu guru menguasai psikologi sosial, memiliiki pengetahuan tentang hubungan antar manusia dan sebagainya.
Guru sebagai pemimpin dituntut untuk mampu memimpin kelas. Untuk itu perlu memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, menguasai teknik berkomunikasi dan berbagai aspek kegiatna berorganisasi yang ada di sekolah.
Guru sebagai pelaksana administrasi, berarti guru akan menghadapi administrasi yang harus dikerjakan di sekolah. Maka guru harus memiliki kepribadian jujur, teliti, menguasai kegiatan administrasi.
Guru sebagai pengelola kelas, yaitu bahwa guru dalam proses belajar mengajar harus menguasai berbagai metode mengajar dan harus menguasai situasi belajar mengajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
4.    Manfaat Kompetensi Guru
Manfaat kompetensi guru antara lain :
a.       Kompetensi guru penting dalam hubungannya dengan kegiatan dan hasil belajar siswa, bukan saja ditentukan oleh sekolah pola struktur dan isi kurikulumnya, akan tetapi ditentukan sebagian besar oleh kompetensi guru : mengajar dan membimbing mereka.
b.      Kepribadian guru yang baik akan menentukan dirinya menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknyadan sebaliknya kalau kepribadian guru itu jelek maka akan menjadi penghancur atau perusak masa depan anak didiknya, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami stres.
c.       Kompetensi guru penting dalam hubungannya dengan masyarakat. Hubungan baik guru dengan masyarakat akan dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah, karena ini merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab profesi guru.
d.      Seorang guru harus menguasai bahan yang akan disampaikan agar dapat membina dan mendidik dengan hasil yang baik.

b.   Guru dalam Bingkai Kompetensi Keguruan
Dalam konsep komunikasi, seorang guru tidak akan terlepas dari perencanaan tentang bagaimana mengkomunikasikan dan apa yang akan dikomunikasikan. Proses komunikasi ini dapat berbentuk lisan, tertulis, visual, bahkan simbol-simbol yang dilambangkan. Guru, sebagai salah satu komponen terpenting dalam pendidikan, menempati kedudukan paling strategis di dalam proses pembelajaran yang melebur dalam persetubuhannya dengan komunikasi yang diterangkan tersebut. Tidak selesai sampai disitu, sebagai agen pembelajaran guru memiliki peran sentral sebagai fasilitator, motivator, dan perekayasa pembelajaran.[42] Nantinya, guru yang professional ialah yang memiliki kompetensi dalam tugas pendidikan dan pengajaran.
Kompetensi diartikan sebagai kekuatan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.[43] Kompetensi juga berarti sebuah pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.[44] Jika dikaitkan dengan guru, maka kompetensi menjadi terkerucut pada arti seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.[45] Secara legal formal, UU Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen membakukan kompetensi tersebut sebagai: seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.[46]
Dari uraian berbagai definisi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kompetensi yang dikaitkan pada guru berarti kemampuan guru dalam melaksanakan tugas keguruannya sebaik-baiknya. Dalam arti kompetensi yang merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan yang dituntut oleh profesi seseorang tersebut.[47]
Ada 2 (dua) macam tugas guru; sebagai pendidik dan pengajar secara sekaligus. Dalam melaksakan tugasnya, ada 3 (tiga) hal kompetensi yang harus dikuasai: kompetensi kepribadian, kompetensi bidang studi, dan kompetensi pendidikan atau pembelajaran, dengan penjelasan sebagaimana berikut:[48]
a.    Kompetensi kepribadian
Mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, yang terbagi pada 3 (tiga) aspek: bermoral dan beriman, aktualisasi yang tinggi, sikap terus mengembangkan pengetahuan.


b.    Kompetensi bidang studi
Memuat pemahaman akan karakteristik dan isi bahan ajar dan bidang studi yang menjadi tugasnya, menguasai konsepnya, mengetahui metodologi dan metode ilmu yang bersangkutan itu bekerja, memahami konteks bidang tersebut, dan juga kaitannya dengan masyarakat, lingkungan, dan ilmu yang lain, serta dalam teknologi yang sekarang ada.
c.    Kompetensi pendidikan/pembelajaran
Memuat akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metodologi mengajar yang sesuai bahan dan perkembangan siswa, serta menguasai system evaluasi yang tepat dan baik, yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan siswa.
Masih dalam kaitannya sebagai pendidik dan pengajar, ada 2 (dua) syarat mutlak yang harus dimiliki seorang guru: capability dan loyality. Kedua syarat tersebut terlebur dalam berbagai kompetensi guru yang berjumlah 4 (empat):
a.    Kompetensi personal
Kompetensi ini menunjuk perlunya struktur kepribadian dewasa yang mantap, susila, dinamik, dan bertanggung jawab. Kemampuan semacam ini sangat penting untuk perkembangan anak didik.[49]
b.    Kompetensi profesional
Diartikan sebagai kemampuan seorang guru atas materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.[50]
c.    Kompetensi Pedagogik
Diartikan sebagai kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.[51] Kompetensi ini meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,[52] evaluasi hasil pembelajaran, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang ada dalam dirinya.
d.   Kompetensi sosial
Ialah kemampuan sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali murid, dan masyarakat sekitar.[53]
c.    Kompetensi Sosial Guru sebagai Kompetensi Keguruan
Gadner menyebutnya sebagai social intelligent,[54] sedangkan Thorndike memahaminya sebagai pengelolaan sosial.[55] Hujair Sanaky memiliki pandangan tersendiri dengan kemampuan ini, dengan cakupan kemampuan interaktif seorang guru, dan menambahkan pemecahan kehidupan sosialnya.[56]
Guru di mata anak didiknya sebagai suri tauladan dan panutan yang perlu dicontoh dalam kehidupannya sehari-hari adalah sebuah pemahaman umum. Namun hal tersebut secara otomatis akan memberikan beban tersendiri kepada guru untuk membina anak didiknya kea rah norma yang terpuji. Karenanya, kemampuan sosial seorang guru sangat signifikan dimiliki seorang guru untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan siswa atau orang tua mereka.[57]
Kompetensi ini menuntut penguasaan 3 (tiga) bidang dasar: [58]
a.    Kemampuan dalam bidang kognitif, artinya kemampuan Intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahun mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum.
b.    Kemampuan dalam bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajarannya yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
c.    Kemampuan perilaku (performance), artinya kemampuan guru dalam berbagai ketrampilan dan perilaku, yaitu ketrampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, ketrampilan menyusun persiapan perencanaan mengajar, ketrampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.

C.      Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama diperoleh dari Lestari Wilujeng dengan judul skripsinya: “Meningkatkan Prestasi Belajar Fiqh melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Kelas X MA Ibnul Qayyim Jogjakarta,” di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Lestari memberikan paparan bahwa tujuan penelitiannya ialah mengetahui keterlaksanaan metode kooperatif, dan hasil penelitiannya menerangkan bahwa pada kelas X MA Ibnul Qayyim mengalami peningkatan prestasi pada 3 (tiga) siklus.
Penelitian yang kedua dari Dedy Riyadin Saputro yang berjudul: “Aktivitas Humas dalam Menjalankan Media Relation.” Dedy memberikan kesimpulan bahwa kinerja humas belum sepernuhnya terlaksana seperti fungsi dan peran idealnya. Ada banyak faktor yang membekali Dedy untuk meneliti humas dalam kacamata media relation, salah satunya ialah pentingnya humas sebagai penyambung publisitas suatu lembaga.
Berbeda dengan penelitian atau skripsi dari penulis yang berjudul “peran wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA Miftahut Thullab Putatsari Grobogan. Dijelaskan bahwa dalam penelitian ini lebih condong atau membahas menegenai peran-peran atau program kerja yang dilakukan oleh humas dalam rangka meningkatkan komoetensi sosial guru. Adapun kompetensi sosial guru sendiri meliputi kompetensi dalam bidang komunikasi komunikasi lisan dan tulisan.

D.      Kerangka Berfikir
Mencerdaskan anak bangsa merupakan salah satu amanah bangsa yang dibebankan kepada para guru. Sehingga guru harus bertanggung jawab atas kecerdasan para anak didiknya. Oleh karenanya guru harus berkualitas dan berkompetensi baik secara personal maupun sosial.
Dalam rangka mewujudkan guru yang berkompetensi secara sosial menjadi hal yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan dan dalam hal ini adalah waka kehumasan. Dimana waka humas bertuhuan untuk membangun relasi sosial kepada para masyarakat secara umum dan tentunya kepada warga sekolah sendiri.
Jadi humas memiliki peranan yang penting untuk meningkatkan kompetensi guru secara sosial. Sebab dengan kompetensi sosial yang dimiliki oleh guru nantinya diharapkan akan mapu menjadikan anak didik lebih berkualitas dan bisa bersosialisasi di dalam masyarakat.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang mempunyai karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan tidak mengubah bentuk simbol atau angka dan bersifat deskriptif yang didasarkan pada pertanyaan bagaimana.[59] Yaitu menggambarkan peristiwa maupun kejadian yang ada di lapangan tanpa mengubah menjadi angka maupun simbol, kalaupun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang.[60] Maksud penulis di sini yaitu mengedepankan kategori-kategori yang berkaitan dengan peran wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosia guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.
Alasan menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini adalah karena permasalahan belum jelas, holistik, kompleks dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif dengan instrumen seperti test, dan kuesioner.
Jika dilihat dari aspek penelitiannya, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus yaitu merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensip.[61] Adapun tujuan penelitian kasus adalah memberikan gambaran mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat (karakter) yang khas dari suatu kasus. Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan studi kasus adalah peran wakil kepala bidang humas dalam meningkatkan kompetensi sosial guru di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.
B.     Sumber Data
Sumber data adalah bentuk metode yang digunakan untuk memperoleh data konkrit dari lapangan yang menjadi obyek penelitian untuk melengkapi perangkat yang penulis laksanakan. Suharsimi Arikunto dengan mengutip pendapat Lofland and Lofland menjelaskan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi dalam kata-kata, tindakan, sumber data tertulis, dan foto.[62]
Apabila peneliti menggunakan wawancara dalam pengumpulan data, maka sumber datanya disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan lisan atau tertulis. Apabila peneliti menggunakan tehnik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Dan jika peneliti menggunakan dokumentasi, maka sumber datanya bisa berupa dokumen atau catatan.[63]
Adapun sumber data lapangan ada 2 (dua) macam:
1.    Sumber data primer, sumber data yang memberikan data secara langsung kepada peneliti. Data yang dimaksud adalah siswa, guru, kepala sekolah beserta staf pendidikan dari MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan,
2.    Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang memberikan data secara tidak langsung kepada peneliti. Data sekunder ini bersifat melengkapi daripada data primer. Data yang dimaksud bisa berupa historiografi MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan dan dokumen-dokumen lainnya.

C.    Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil lokasi untuk penelitian ini di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan, sebab lokasi penelitian dekat dengan domisili peneliti sehingga akan mempermudah penelitian dengan harapan akan memperoleh hasil yang optimal.

D.    Subjek Penelitian
Sampel sumber data dalam penelitian ini dipilih secara purposif dan bersifat snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan atau dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti untuk menjelajahi objek/situasi sosial yang di teliti.[64] Sedangkan snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang awal jumlahnya sedikit namun lama-kelamaan menjadi besar.[65] Adapun teknik sampling yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah snowball sampling yaitu sampel sumber data tahap awal memasuki lapangan yaitu wakil kepala bidang humas MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan. Dalam wawancara selanjutnya akan ditujukan ustad atau guru MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.

E.     Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini digunakan beberapa metode antara lain:
a.       Metode observasi
Menurut Suharsimi Arikunto, metode observasi adalah menatap kejadian, gerak, atau proses. Mengamati bukanlah pekerjaan yang mudah karena manusia banyak dipengaruhi oleh minat dan kecenderungan-kecenderungan yang ada padanya. Hasil observasi harus sama, walaupun dilakukan oleh beberapa orang. Dengan kata lain, pengamatan harus obyektif.[66]
Metode observasi ini, digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan sarana dan prasarana kegiatan di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan, serta pola sosial humas di MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan.
b.      Metode Wawancara (interview)
Interview atau wawancara adalah suatu proses tanya jawab dalam penelitian yang menghendaki komunikasi langsung antara peneliti dengan subyek atau sampel.[67] Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.[68] Adapun macam-macam interview adalah sebagai berikut,[69]
1.    Wawancara terstruktur, yaitu bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Artinya peneliti telah menyiapkan instrument penelitian yang berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun sudah dipersiapkan.
2.    Wawancara semiterstruktur, yang gunanya adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
3.    Wawancara tak terstruktur, yaitu wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan interview semistruktur. Mula-mula interview menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.[70]
c.       Metode Dokumentasi
Menurut  Suharsimi  Arikunto, bahwa metode dokumenter adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.[71]
Adapun dalam penelitian ini metode dokumenter digunakan untuk mencari data tentang sejarah berdirinya MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

F.     Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data adalah suatu cara untuk menguji tentang kevalidan, kereliabilitasan dan keobjektifan data penelitian sehingga nantinya data yang diperoleh dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah dan dapat ditindak lanjuti.[72] Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data didasarkan pada kriteria-kriteria untuk menjamin kepercayaan data yang diperoleh melalui penelitian. Menurut Moleong kriteria tersebut ada tiga yaitu: kredibilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas.
1.    Kredibilitas
Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan dunia nyata serta terjadi dengan sebenarnya. Untuk mencapai nilai kredibilitas ada beberapa teknik yaitu: teknik trianggulasi sumber, pengecekan anggota, dan perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan.
Tianggulasi sumber data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu. Trianggulasi data dilakukan dengan cara menanyakan kebenaran data tertentu yang diperoleh dari informan satu kemudian dikonfirmasikan kepada informan lain. Trianggulasi metode juga dilakukan dengan cara membandingkan data atau informasi yang dikumpulkan dari informan satu kemudian membandingkan dengan data pada informan yang lain yang terkait langsung dengan data tersebut.
Pengecekan anggota dilakukan dengan cara menunjukkan data atau informansi, termasuk hasil interpretasi penelitian yang sudah ditulis dengan rapi dalam bentuk catatan lapangan atau transkrip wawancara pada informan kunci agar dikomentari, disetujui atau tidak, dan bisa ditambah informasi lain jika dianggap perlu. 
Perpanjangan keikutsertaan peneliti, sebagaimana telah dikemuka-kan, sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak dilaksanakan dalam waktu singkat tetapi memerlukan waktu yang relatif panjang pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti dapat menguji kebenaran informasi yang diperoleh secara distorsi, baik berasal dari peneliti sendiri maupun dari para informan.
2.    Dependebilitas (ketergantungan)
Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam menyimpulkan dan menginterpretasikan data, sehingga data dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kesalahan banyak disebabkan oleh kesalahan manusia itu sendiri terutama peneliti, sehingga instrumen kunci dapat menimbulkan ketidak-percayaan pada peneliti. Dalam penelitian ini, sebagai auditornya adalah dosen pembimbing. 
3.    Konfirmabilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit. Dalam pelacakan ini, peneliti menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan seperti data lapangan berupa catatan lapangan dari hasil pengamatan penelitian tentang partisiasi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan transkrip wawancara serta catatan proses pelaksanaan penelitian yang mencakup metodologi, strategi serta usaha keabsahan. Dengan demikian, pendekatan konfirmabilitas (kepastian) lebih menekankan pada karakteristik data. Upaya kofirmabilitas untuk mendapat kepastian data yang diperoleh itu objektif, bermakna, dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Berkaitan dengan pengumpulan data ini, keterangan dari kepala sekolah perlu diuji kredibilitasnya. Hal inilah yang menjadi tumpuan penglihatan, pengamatan objektifitas dan subjektifitas untuk menuju suatu kepastian. [73]

G.    Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Dalam hal ini peneliti menggunakan kualitatif deskriptif. Artinya, peneliti tidak terlalu memaksa diri, melainkan memahami situasi yang terjadi di lapangan (obyek penelitian) sebagaimana situasi tersebut menampilkan diri.[74]
Prosesnya ialah mendefinisikan analisis data sebagai sebuah proses memerinci usaha secara formal untuk merumuskan tema. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa menganalisis data berarti mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema seperti yang disarankan oleh data itu sendiri.[75]
Dalam hal ini, peneliti memberikan gambaran secara utuh tentang pembelajaran fiqh kontemporer pada MA. Miftahut Thullab Putatsari Grobogan. Gambaran utuh tersebut kemudian ditelaah, dikaji, dan disimpulkan sesuai dengan tujuan dan kegunaan penelitian.



[1] Nurudin, Hubungan Media: Konsep dan Aplikasi, Raja Grafindo, Jakarta, 2008, hlm. 12
[2] Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm. 3
[3] Effendy, Humas:Suatu Studi Komunikologis, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm. 103
[4] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Biagraf Publishing, Jogjakarta, 2000, hlm. 53
[5] Suwarna, Pengajaran Mikro, Tiara Wacana, Jogjakarta, 2007, hlm. 23
[6] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru), PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hlm. 5-6
[7] Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2004, hlm. 138
[8] Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKIS, Jogjakarta, 2007, hlm. 12
[9] Ibid., hlm. 14-15
[10] I Gusti Ngurah Putra, Perkembangan Konsep Public Relations dalam Organisasi, Usahawan, Jogjakarta, 1993, hlm. 9, dan bandingkan Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1998, hlm. 193
[11] Suryosubroto, Administrasi Pendidikan di Sekolah, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 114
[12] Rosady Roslan, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, Raja Grafindo Jakarta, 2007, hlm. 15-16
[13] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Raja Grafindo, Jakarta, 2000, hlm. 190
[14] Hamdan Adnan & Hafied Cangara, Prinsip-Prinsip Hubungan Masyarakat, Usaha Nasional, Surabaya, 1996, hlm. 17
[15] Onong Uchjana, Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikologis, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, hlm. 24-36
[16] Onong  Uchjana, Effendy, Human Relations and Public Relations dalam Manajemen, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm. 118
[17] Suryosubroto, Humas dalam Dunia Pendidikan, Citra Gama Widya, Jogjakarta, 2001, hlm. 72
[18] Hamdan Adnan & Hafied Cangara, Op. Cit., hlm. 19
[19] I Gusti Ngurah Putra, Op. Cit., hlm. 4
[20] Suryosubroto, Op.Cit, hlm. 72
[21] Ibid, hlm. 73-74
[22] Effendy, Op. Cit., 2004, hlm. 114
[23] Rosady Roslan, Op. Cit., hlm. 2-3
[24] Ibid, hlm. 39-40.
[25] Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,    2004, hlm. 71
[26] Ibid, hlm. 88.
[27] Muhammad Bukhori dkk. Azas-Azas Manajemen, Yogyakarta, Aditya Media, 2005, hlm. 73
[28] Muhammad Bukhori dkk. Op.Cit, hlm. 119.
[29] Djuhad Mahja, UU No. 14 tahun 2005 Guru dan Dosen, Durat Bahagia, Jakarta, 2006, hlm. 3
[30] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2002, hlm. 17.
[31] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm.288.
[32] Nana Sudjana, Op. cit., hlm. 18.
[33]  Departemen Agama RI, Standar Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum dan Madrasah, Jakarta : Ditjen Bimbaga Islama Depag RI, 2004, hlm.  9-12
[34] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Konsep dan Strategi, Mandar Maju, 1991, hlm.38
[35] Muhibbin Syah, Psikilogi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1995, hlm.231
[36] Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 18.
[37] Muhibbin Syah. Op.Cit. , hlm.226
[38]Ibid, hlm. 55-57.
[39] Nana Sudjana, Op.Cit., hlm. 19.
[40] Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1990, hlm. 99.
[41] Cece Wijaya, Op.Cit., hlm. 10-11.
[42] Triyanto dan Titik Triwulan Tutik, Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi, dan Kesejahteraan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2007, hlm. 71
[43] Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 14
[44] Kunandar, Guru Profesional, Raja Grasinfo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 52
[45] Ibid., hlm. 55
[46] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hlm. 25
[47] Saiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Usaha Nasional, Surabaya, 1994, hlm. 33
[48] E. Mulyasa, Op. Cit., hlm. 47
[49] E. Mulyasa, Op. Cit., hlm. 117
[50] Triyanto dan Titik Triwulan Tutik, Op. Cit., hlm. 119
[51] Asrorun Ni’am, Membangun Profesionalitas Guru, elSAS, Jakarta, 2006, hlm. 162
[52] Saiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 47
[53] E. Mulyasa, Op. Cit., hlm. 173
[54] Moch. Uzer Usman, Op. Cit., hlm. 36
[55] Hadi Suyono, Social Intelligence, Ar-Rouzz Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 102
[56] Hujair Sanaky, Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Sebuah Pemikiran,
[57] Cece Wijaya dan Thabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, hlm. 181
[58] Ibid., hlm. 24
[59] W. Gulo, Metodologi Penelitian, Media Widia Sarana, Jakarta, 2002, hlm. 19.
[60] Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Pustaka Setia, Bandung, 2002, hlm. 61
[61] Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Rajawali Pers, Jakarta, 1995, hlm. 22
[62] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 112
[63] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal 102
[64] Ibid, hlm. 300
[65] Ibid
[66] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 235
[67] Winarno Surachmad, Dasar dan Praktek Research, Pengantar Metodologi Ilmiah,  Tarsito, Bandung, tt, hlm. 178
[68] S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, cet. 5, hlm. 165.
[69] Sugiyono, Op. Cit, hlm. 319-320
[70] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakartra, 1996, hlm. 229-230.
[71] Ibid, hlm. 236
[72] Sugiyono, Op. Cit, hlm. 365
[73] Ibid, hlm 175
[74] Kristi Purwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian, LPSP3, Jakarta, 1998, hlm. 62
[75] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar