Selasa, 09 Januari 2018

KONSEP DASAR KURIKULUM SECARA UMUM DAN SECARA KHUSUS (KURIKULUM SKI)

MAKALAH KONSEP DASAR KURIKULUM SECARA UMUM DAN SECARA KHUSUS (KURIKULUM SKI)

BAB I
PENDAHULUAN

       Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi , dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas ,sekolah, daerah, wilayah ,maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum , sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal maupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda , dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
       Di sekolah atau madrasah khususnya MTs dan MA, terdapat sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi : mata pelajaran Al quran hadist, fiqih, akidah akhlak, dan sejarah kebudayaan Islam. Hubungan antara satu pelajaran dengan pelajaran lain saling berkaitan dan diibaratkan sebagai satu mata rantai. mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam merupakan perkemangan perjalanan hidup manusia Muslim dari masa ke masa dalam usaha bersayari’ah dan berakhlak serta dalam mengembangkan system kehidupan yang dilandasi oleh akidah.
       Dalam pembelajaran sejarah Islam yang dimaksudkan untuk menggali, mengembangkan, dan menagmbil ibrah pelajaran sejarah dan kebudayaan Islam, sehingga peserta didik mampu menginternalisasi dan tergerak untuk meneladani dan mewujudkan dalam amal perbuatan, serta dalam rangka membangun sikap terbuka dan toleran atau semangat ukhuwah Islamiyah dalam arti luas.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Kurikulum Secara Umum
       Sebagaimana di disebutkan dalam Undang-Undang sistem pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut , tentu tidak terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Berhasil dan tidak nya sebuah pendidikan sangat bergantung pada kurikum yang di gunakan. Karena itu kurikulum sangat perlu untuk di perhatikan di masing-masing pendidikan.[1]
       Istilah “kurikulum”memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae” artinya jarak yang harus ditempuh seseorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jenbatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
       Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, bakat pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin banyak pula mata ajaramn yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa disekolah.[2]
       Selain di artikan sebagai sejumlah mata pelajaran , kurikukum dapat pula di maknai sebagai serangkaian pengalaman belajar peserta didik. Sebagaimana telah di sebutkan oleh para tokoh pendidikan bahwa kurikulum bukan hanya menyangkut mata pelajaran yang harus di pelajari melainkan menyangkut seluruh usaha sekolah untuk memengaruhi siswa, baik di dalam maupun di luar kelas atau bahkan di luar sekolah (Sanjaya, 2008:7).[3]
       Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang di anutnya. Secara sederhana teori kurikulum dapat di klarifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan, serta pada organisasi kurikulum.
       Penekanan pada isi kurikulum. Strategi pengembangan yang menekankan isi , merupakan yang paling lama dan banyak di pakai, tetapi juga terus mendapat penyempurnaan atau pembaharuan. Sebab-sebab yang mendorong pembaharuan ini bermacam-macam. Pertama, karena di dorong oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya masyarakat. Kedua, karena perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan. Ketiga, karena adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih berorientasi pada pekerjaan.
       Penekanan pada situasi pendidikan. Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah di mana (where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan di sesuaikan dengan lingkungannya. Tipe ini akan menghasilakan kurikulum berdasarkan situasi-situasi lingkungan.
       Penekanan pada organisasi. Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar mengajar. Meskipun dengan berbagai perbedaan. Kurikulum yang menekankan masalah belajar mengajar (menekankan organisasi) sebenarnya lebih dekat pada pendekatan kurikulum yang bersifat umum, berlaku dalam lingkungan yang cukup luas.[4]   
       Model konsep kurikulum di kategorikan ke dalam empat kategori yaitu kurikulum subjek akademis, kurikulum humanistik, kurokulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum teknologis.[5]
1. Kurikulum sebagai subjek akademis
       Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan nilai-nilai telah di temukan oleh para pemikir masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang di sampaikan , dalam perkembangannya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang di lakukan siswa.[6]
2. Kurikulum sebagai aktualisasi diri atau sering di sebut humanistik
       Kurikulum ini mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek kepribadian. Konsep ini dapat di pandang sebagai suatu aspek falsafah John Dewey yang menekankan bahwa tugas pendidikan yang utama ialah mengembangkan anak sebagai individu selain sebagai makhluk sosial. Hal ini dapat di lakukan bila dalam pendidikan di kembangkan kemampuan dan potensi anak ,khususnya imajinasinya yang kreatif.[7]
3. krikulum sebagai rekonstruksi sosial
       Kurikulum ini lebih memusatkan pada problema-problema yang di hadapinya dalam masyarakat. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerjasama. Kerjasama bukan hanya terjadi antara siswa dan guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa orang-orang yang ada di lingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha memecahkan masalah yang di hadapi nya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Mereka mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan tentang masalah sosial yang mendesak dan kerja sama gotong royong untuk memecahkannya.[8]
4. kurikulum sebagai teknologi
       Kemajuan dalam teknologi menghasilkan sejumlah alat-alat termasuk elektronik yang kian lama kian banyak di manfaatkan dalam pendidikan seperti proyektor,film, komputer, video , dan lain sebagainya. Banyak nya alat-alat yang serupa itu menimbulkan istilah teknologi pendidikan.
       Teknologi pendidikan berusaha agar teknik mengajar ini dapat di kuasai sepenuh nya sehingga dapat di jamin hasil yang sama. Teknologi pendidikan bermaksud memberikan dasar ilmiah dan empiris kepada proses belajar mengajar. Untuk itu teknologi pendidikan memberikan prosedur tertentu yang dapat di lakukan oleh siapapun. [9]

B. Konsep Kurikulum Secara Khusus ( Sejarah Kebudayaan Islam)
       Dalam kurikulum sekolah MTs (Madrasah Tsanawiyah), MA (Madrasah Aliyah) dan bahkan perguruan tinggi Islam, terdapat mata pelajaran dan mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Mata pelajaran ini sangatlah penting, karena banyak sekali generasi Islam saat ini, yang tidak lagi memiliki kepedulian terhadap sejarah peradabannya sendiri. Sejarah Islam yang banyak dihiasi kegemilangan, seakan hilang dari memori umat Islam. Hilangnya memori keemasan Islam pada masa lalu, dikhawatirkan akan membuat generasi Islam mendatang semakin inferior di panggung peradaban dunia, dan harapan akan kebangkitan umat dirasa semakin berat.Idealnya, materi SKI dipelajari oleh seluruh generasi Islam. Namun dikotomi pendidikan antara sekolah umum dan agama menjadikan materi SKI hanya dipelajari di sekolah-sekolah keagamaan. Meski demikian, materi pelajaran SKI pada sekolah Islam, diharapkan menjadi salah satu jawaban akan permasalahan ini. Diharapkan (sebagian) generasi Islam akan melek sejarah budaya mereka sendiri yang terbentang dari Andalusia hingga Indonesia, dari Russia hingga Afrika, yang Berjaya lebih dari 10 abad (abad VIII-XIX).
       Standar kompetensi (SK) pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah mengambil manfaat dari sejarah perkembangan kebudayaan Islam (sejarah Islam) dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dalam pengertian ini adalah suatu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Dari pemahaman ini maka kompetensi harus di dukung oleh pengetahuan, sikap dan apresiasi, tanpa pengetahuan dan sikap mustahil lahir suatu kompetensi.
       Standar Kompetensi mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam  berisi mata pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Kemampuan ini berorientasi pada perilaku aspek afektif , peserta didik memiliki: keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWt. Sesuai ajaran Agama Islam yang tercermin dalam perilaku sehari-hari memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan humaniora, serta menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik lingkup nasional maupun global. Berkenaan dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, dan kemampuan akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berkenaan dengan aspek psikomotorik, memiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan hidup, mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global, memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas / kegiatan sehari-hari.[10]
       Sedangkan Kompetensi Dasar nya adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan, oleh karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari standar kompetensi.   
       Kurikulum selain di sebutkan tentang beberapa tema pokok bahasan juga di sebutkan masalah latar belakang , tujuan pendidikan, dan pengajaran. Di tengarai masih banyak pendidik yang lebih terfokus pada materi. Mereka enggan melihat aspek lain dari kurikulum. Apalagi kalau melihat kurikulum hanya pada salah satu lampiran buku paket yang ada di sekolah. Akibatnya kurikulum sejarah kurang dapat di pahami secara komprehensif. Aspek nurturrent effect yang di harapkan tercapai dalam tujuan pendidikan seringkali di lupakan oleh pendidik. Progam kurikulum yang di harapkan dapat mengantisipasi perkembangan jaman, seringkali kurang di pahami pendidik . pendidik masih sering berkutat dengan penyampaian materi sebagai mana yang ada dalam buku teks.
       Untuk kembali mengajarkan sejarah secara baik dan menarik, pendidik mempunyai keluasan mengolah dan menata materi yang sudah ada. Sudah barang tentu tidak mungkin topik yang ada dalam kurikulum dapat di selesaikan dengan alokasi waktu yang tersedia. Untuk itulah bagaimana pendidik mengontrol berbagai materi pengajaran yang memungkinkan di pelajari di luar kelas.[11]  
          Tujuan pendidikan dalam  pembelajaran sejarah kebudayaan Islam setidaknya memiliki beberapa tujuan anatara lain sebagai berikut:
  •      Peserta didik yang membaca sejarah adalah untuk menyerap unsure-unsur keutamaan dari padanya agar mereka dengan senang hati mengikuti tigkah laku para Nabi dan orang-orang shaleh dalam kehidupan sehari-hari.
  •    Pelajaran sejarah merupakan contoh teladan baik bagi umat Islam yang meyakininya dan merupakan sumber syariah yang besar,
  •      Studi sejarah dapat mengembangkan iman, mensucikan moral, membangkitkan patriotism dan mendorong untuk berpegang pada kebenaran serta setia kepadanya.
  •    Pembelajaran sejarah akan memberikan contoh teladan yang sempurna kepada pembinaan tingkah laku manusia yang ideal dalam kehidupan pribadi dan sosial anak-anak dan mendorong mereka untuk mengikuti teladan yang baik, dan bertingkah laku seperti Rasul
  •       Untuk pendidikan akhlak, selain mengetahui perkembangan agama Islam seluruh dunia.[12]

           
       Selain itu mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai fungsi yang dapat menjelaskan ketercapaian yang tercantum dalam kurikulum yang diterapkan di madrasah. Fungsi dasar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam meliputi:
           1)      Fungsi edukatif
       Sejarah menegaskan kepada peserta didik tentang keharusan menegakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan islami dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
          2)      Fungsi keilmuan
       Melalui sejarah peserta didik memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu Islam dan kebudayaannya. 
         3)      Fungsi transformasi
       Sejarah   merupakan   salah   satu   sumber   yang   sangat   penting   dalam merancang transformasi masyarakat.[13]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
       Berdasarkan pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa konsep dasar kurikulum secara umum ialah sebagaimana tujuan pendidikan yang di disebutkan dalam Undang-Undang sistem pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003Dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut , tentu tidak terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang di anutnya. Secara sederhana teori kurikulum dapat di klarifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan, serta pada organisasi kurikulum. Model konsep kurikulum di kategorikan ke dalam empat kategori yaitu kurikulum subjek akademis, kurikulum humanistik, kurokulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum teknologis.
       Sedangkan konsep kurikulum secara khusus (mapel SKI) Kurikulum selain di sebutkan tentang beberapa tema pokok bahasan juga di sebutkan masalah latar belakang , tujuan pendidikan, dan pengajaran. Sehingga pendidik bisa mengontrol dan mengoptimalkan mapel SKI walaupun dengan alokasi waktu yang sedikit. Selain itu, mapel SKI mempunyai 3 fungsi yang harus d perhatikan yaitu fungsi edukatif, keilmuan, dan tranformasi.
      

DAFTAR PUSTAKA

       Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004)
       Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara,
       Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. PT.Remaja Rosdakarya : Bandung
       Hariyono, 1995,  MEMPELAJARI SEJARAH Secara Efektif, PT Dunia Pustaka : Jakarta
       M.Fadillah, Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI SMP/MTs & SMA/MA, Ar-Ruzz MEDIA. Yogyakarta. 2014
       Muhaimin, pengembangan kurikulum pendidikan Islam, (Jakarta : 2005, Raja Grafindo Persada)
       Nana Syaodih Sukmadinata, 2009, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya : bandung
       Nasution. 1993. Pengembangan Kurikulum, PT Citra Adtya Bakti : Bandung



[1] M.Fadillah, Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI SMP/MTs & SMA/MA, Ar-Ruzz MEDIA. Yogyakarta. 2014. Hal. 13
[2] Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara, hal. 16-17
[3] M. Fadillah, Opcit, hal.14
[4] Nana Syaodih Sukmadinata, 2009, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya : bandung, hal 175-177
[5] Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. PT.Remaja Rosdakarya : Bandung, hal.143
[6] Nana Syaodih Sukmadinata, 2009, Opcit, hal.81
[7] Nasution. 1993. Pengembangan Kurikulum, PT Citra Adtya Bakti : Bandul, hal.21
[8] Nana Syaodih Sukmadinata, Opcit, hal.94
[9] Nasution., Opcit, hal.18-19
[10] Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004, hal.3
[11] Hariyono, 1995,  MEMPELAJARI SEJARAH Secara Efektif, PT Dunia Pustaka : Jakarta, hal 172
[12] Muhaimin, pengembangan kurikulum pendidikan Islam, (Jakarta : 2005, Raja Grafindo Persada) Hal 1-3
[13] Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004), hal. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar