MAKALAH KONSEP
DASAR KURIKULUM SECARA UMUM DAN SECARA KHUSUS (KURIKULUM SKI)
BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum
memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan
arah, isi , dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan macam dan
kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan
pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas ,sekolah, daerah, wilayah
,maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum , sebab kita
sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal maupun
informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda , dan
generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum
mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Di sekolah atau madrasah khususnya MTs dan MA, terdapat sub-sub mata
pelajaran PAI yang meliputi : mata pelajaran Al quran hadist, fiqih, akidah
akhlak, dan sejarah kebudayaan Islam. Hubungan antara satu pelajaran dengan
pelajaran lain saling berkaitan dan diibaratkan sebagai satu mata rantai. mata
pelajaran sejarah kebudayaan Islam merupakan perkemangan perjalanan hidup
manusia Muslim dari masa ke masa dalam usaha bersayari’ah dan berakhlak serta
dalam mengembangkan system kehidupan yang dilandasi oleh akidah.
Dalam pembelajaran sejarah
Islam yang dimaksudkan untuk menggali, mengembangkan, dan menagmbil ibrah
pelajaran sejarah dan kebudayaan Islam, sehingga peserta didik mampu
menginternalisasi dan tergerak untuk meneladani dan mewujudkan dalam amal
perbuatan, serta dalam rangka membangun sikap terbuka dan toleran atau semangat
ukhuwah Islamiyah dalam arti luas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Kurikulum Secara Umum
Sebagaimana
di disebutkan dalam Undang-Undang sistem pendidikan Nasional Nomor 20 tahun
2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam mencapai
tujuan pendidikan tersebut , tentu tidak terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum
merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Berhasil dan tidak
nya sebuah pendidikan sangat bergantung pada kurikum yang di gunakan. Karena
itu kurikulum sangat perlu untuk di perhatikan di masing-masing pendidikan.[1]
Istilah
“kurikulum”memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai
dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah
kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae” artinya jarak yang
harus ditempuh seseorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah
jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk
memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti,
bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana
halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat
lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum
dianggap sebagai jenbatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari
suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan
dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran
(subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai
masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, bakat
pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan
selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan
logis, artinya dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran tersebut
mengisi materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh
sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan
maka semakin banyak pula mata ajaramn yang harus disusun dalam kurikulum dan
harus dipelajari oleh siswa disekolah.[2]
Selain
di artikan sebagai sejumlah mata pelajaran , kurikukum dapat pula di maknai
sebagai serangkaian pengalaman belajar peserta didik. Sebagaimana telah di
sebutkan oleh para tokoh pendidikan bahwa kurikulum bukan hanya menyangkut mata
pelajaran yang harus di pelajari melainkan menyangkut seluruh usaha sekolah
untuk memengaruhi siswa, baik di dalam maupun di luar kelas atau bahkan di luar
sekolah (Sanjaya, 2008:7).[3]
Konsep
kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan,
juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang di anutnya.
Secara sederhana teori kurikulum dapat di klarifikasikan atas teori-teori yang
lebih menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan, serta pada
organisasi kurikulum.
Penekanan
pada isi kurikulum. Strategi pengembangan yang menekankan isi , merupakan
yang paling lama dan banyak di pakai, tetapi juga terus mendapat penyempurnaan
atau pembaharuan. Sebab-sebab yang mendorong pembaharuan ini bermacam-macam.
Pertama, karena di dorong oleh tuntutan untuk menguatkan kembali nilai-nilai
moral dan budaya masyarakat. Kedua, karena perubahan dasar filosofis tentang
struktur pengetahuan. Ketiga, karena adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih
berorientasi pada pekerjaan.
Penekanan
pada situasi pendidikan. Tipe kurikulum ini lebih menekankan pada masalah
di mana (where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan di sesuaikan dengan
lingkungannya. Tipe ini akan menghasilakan kurikulum berdasarkan
situasi-situasi lingkungan.
Penekanan
pada organisasi. Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada proses belajar
mengajar. Meskipun dengan berbagai perbedaan. Kurikulum yang menekankan masalah
belajar mengajar (menekankan organisasi) sebenarnya lebih dekat pada pendekatan
kurikulum yang bersifat umum, berlaku dalam lingkungan yang cukup luas.[4]
Model
konsep kurikulum di kategorikan ke dalam empat kategori yaitu kurikulum subjek
akademis, kurikulum humanistik, kurokulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum
teknologis.[5]
1. Kurikulum sebagai subjek akademis
Kurikulum
subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik yang berorientasi pada masa
lalu. Semua ilmu pengetahuan nilai-nilai telah di temukan oleh para pemikir
masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Kurikulum subjek
akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang di sampaikan , dalam
perkembangannya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang di lakukan
siswa.[6]
2. Kurikulum sebagai aktualisasi diri atau
sering di sebut humanistik
Kurikulum
ini mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek
kepribadian. Konsep ini dapat di pandang sebagai suatu aspek falsafah John
Dewey yang menekankan bahwa tugas pendidikan yang utama ialah mengembangkan
anak sebagai individu selain sebagai makhluk sosial. Hal ini dapat di lakukan
bila dalam pendidikan di kembangkan kemampuan dan potensi anak ,khususnya
imajinasinya yang kreatif.[7]
3. krikulum sebagai rekonstruksi sosial
Kurikulum
ini lebih memusatkan pada problema-problema yang di hadapinya dalam masyarakat.
Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama,
interaksi, kerjasama. Kerjasama bukan hanya terjadi antara siswa dan guru,
tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa orang-orang yang ada di lingkungannya,
dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerjasama ini siswa
berusaha memecahkan masalah yang di hadapi nya dalam masyarakat menuju
pembentukan masyarakat yang lebih baik. Mereka mendorong agar para siswa
mempunyai pengetahuan tentang masalah sosial yang mendesak dan kerja sama
gotong royong untuk memecahkannya.[8]
4. kurikulum sebagai teknologi
Kemajuan
dalam teknologi menghasilkan sejumlah alat-alat termasuk elektronik yang kian
lama kian banyak di manfaatkan dalam pendidikan seperti proyektor,film,
komputer, video , dan lain sebagainya. Banyak nya alat-alat yang serupa itu
menimbulkan istilah teknologi pendidikan.
Teknologi
pendidikan berusaha agar teknik mengajar ini dapat di kuasai sepenuh nya
sehingga dapat di jamin hasil yang sama. Teknologi pendidikan bermaksud
memberikan dasar ilmiah dan empiris kepada proses belajar mengajar. Untuk itu
teknologi pendidikan memberikan prosedur tertentu yang dapat di lakukan oleh
siapapun. [9]
B. Konsep Kurikulum Secara Khusus ( Sejarah Kebudayaan
Islam)
Dalam
kurikulum sekolah MTs (Madrasah Tsanawiyah), MA (Madrasah Aliyah) dan bahkan
perguruan tinggi Islam, terdapat mata pelajaran dan mata kuliah Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI). Mata pelajaran ini sangatlah penting, karena banyak sekali
generasi Islam saat ini, yang tidak lagi memiliki kepedulian terhadap sejarah
peradabannya sendiri. Sejarah Islam yang banyak dihiasi kegemilangan, seakan
hilang dari memori umat Islam. Hilangnya memori keemasan Islam pada masa lalu,
dikhawatirkan akan membuat generasi Islam mendatang semakin inferior di
panggung peradaban dunia, dan harapan akan kebangkitan umat dirasa semakin
berat.Idealnya, materi SKI dipelajari oleh seluruh generasi Islam. Namun
dikotomi pendidikan antara sekolah umum dan agama menjadikan materi SKI hanya
dipelajari di sekolah-sekolah keagamaan. Meski demikian, materi pelajaran SKI
pada sekolah Islam, diharapkan menjadi salah satu jawaban akan permasalahan
ini. Diharapkan (sebagian) generasi Islam akan melek sejarah budaya mereka sendiri
yang terbentang dari Andalusia hingga Indonesia, dari Russia hingga Afrika,
yang Berjaya lebih dari 10 abad (abad VIII-XIX).
Standar
kompetensi (SK) pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah
mengambil manfaat dari sejarah perkembangan kebudayaan Islam (sejarah
Islam) dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dalam pengertian ini adalah
suatu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki
oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai
perilaku kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Dari pemahaman ini maka kompetensi harus di dukung oleh
pengetahuan, sikap dan apresiasi, tanpa pengetahuan dan sikap mustahil lahir
suatu kompetensi.
Standar Kompetensi mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam berisi mata pelajaran yang harus dikuasai
peserta didik. Kemampuan ini berorientasi pada perilaku aspek afektif ,
peserta didik memiliki: keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWt. Sesuai ajaran
Agama Islam yang tercermin dalam perilaku sehari-hari memiliki nilai-nilai
demokrasi, toleransi, dan humaniora, serta menerapkannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik lingkup nasional maupun global.
Berkenaan dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, dan kemampuan
akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berkenaan
dengan aspek psikomotorik, memiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan
hidup, mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan
lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global, memiliki kesehatan jasmani
dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas / kegiatan sehari-hari.[10]
Sedangkan Kompetensi Dasar nya adalah
pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk
menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah
ditetapkan, oleh karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari
standar kompetensi.
Kurikulum
selain di sebutkan tentang beberapa tema pokok bahasan juga di sebutkan masalah
latar belakang , tujuan pendidikan, dan pengajaran. Di tengarai masih banyak
pendidik yang lebih terfokus pada materi. Mereka enggan melihat aspek lain dari
kurikulum. Apalagi kalau melihat kurikulum hanya pada salah satu lampiran buku
paket yang ada di sekolah. Akibatnya kurikulum sejarah kurang dapat di pahami
secara komprehensif. Aspek nurturrent effect yang di harapkan tercapai dalam
tujuan pendidikan seringkali di lupakan oleh pendidik. Progam kurikulum yang di
harapkan dapat mengantisipasi perkembangan jaman, seringkali kurang di pahami
pendidik . pendidik masih sering berkutat dengan penyampaian materi sebagai
mana yang ada dalam buku teks.
Untuk
kembali mengajarkan sejarah secara baik dan menarik, pendidik mempunyai
keluasan mengolah dan menata materi yang sudah ada. Sudah barang tentu tidak
mungkin topik yang ada dalam kurikulum dapat di selesaikan dengan alokasi waktu
yang tersedia. Untuk itulah bagaimana pendidik mengontrol berbagai materi
pengajaran yang memungkinkan di pelajari di luar kelas.[11]
Tujuan pendidikan dalam pembelajaran
sejarah kebudayaan Islam setidaknya memiliki beberapa tujuan anatara lain
sebagai berikut:
- Peserta didik yang membaca sejarah adalah untuk menyerap unsure-unsur keutamaan dari padanya agar mereka dengan senang hati mengikuti tigkah laku para Nabi dan orang-orang shaleh dalam kehidupan sehari-hari.
- Pelajaran sejarah merupakan contoh teladan baik bagi umat Islam yang meyakininya dan merupakan sumber syariah yang besar,
- Studi sejarah dapat mengembangkan iman, mensucikan moral, membangkitkan patriotism dan mendorong untuk berpegang pada kebenaran serta setia kepadanya.
- Pembelajaran sejarah akan memberikan contoh teladan yang sempurna kepada pembinaan tingkah laku manusia yang ideal dalam kehidupan pribadi dan sosial anak-anak dan mendorong mereka untuk mengikuti teladan yang baik, dan bertingkah laku seperti Rasul
- Untuk pendidikan akhlak, selain mengetahui perkembangan agama Islam seluruh dunia.[12]
Selain
itu mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai fungsi yang dapat menjelaskan
ketercapaian yang tercantum dalam kurikulum yang diterapkan di madrasah. Fungsi
dasar mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam meliputi:
1) Fungsi edukatif
Sejarah
menegaskan kepada peserta didik tentang keharusan menegakkan nilai, prinsip,
sikap hidup yang luhur dan islami dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
2)
Fungsi keilmuan
Melalui sejarah peserta didik memperoleh pengetahuan yang memadai
tentang masa lalu Islam dan kebudayaannya.
3)
Fungsi transformasi
Sejarah merupakan salah
satu sumber yang sangat
penting dalam merancang transformasi masyarakat.[13]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa konsep dasar kurikulum secara umum
ialah sebagaimana tujuan pendidikan yang di disebutkan dalam Undang-Undang
sistem pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003Dalam mencapai tujuan pendidikan
tersebut , tentu tidak terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan
sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Konsep kurikulum berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi
sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang di anutnya. Secara sederhana
teori kurikulum dapat di klarifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan
pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan, serta pada organisasi kurikulum. Model
konsep kurikulum di kategorikan ke dalam empat kategori yaitu kurikulum subjek
akademis, kurikulum humanistik, kurokulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum
teknologis.
Sedangkan
konsep kurikulum secara khusus (mapel SKI) Kurikulum selain di sebutkan tentang
beberapa tema pokok bahasan juga di sebutkan masalah latar belakang , tujuan
pendidikan, dan pengajaran. Sehingga pendidik bisa mengontrol dan
mengoptimalkan mapel SKI walaupun dengan alokasi waktu yang sedikit. Selain
itu, mapel SKI mempunyai 3 fungsi yang harus d perhatikan yaitu fungsi
edukatif, keilmuan, dan tranformasi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004)
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta : Bumi Aksara,
Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. PT.Remaja Rosdakarya :
Bandung
Hariyono, 1995, MEMPELAJARI SEJARAH Secara Efektif, PT
Dunia Pustaka : Jakarta
M.Fadillah, Implementasi Kurikulum
2013 Dalam Pembelajaran SD/MI SMP/MTs & SMA/MA, Ar-Ruzz MEDIA.
Yogyakarta. 2014
Muhaimin, pengembangan
kurikulum pendidikan Islam, (Jakarta : 2005, Raja Grafindo
Persada)
Nana Syaodih Sukmadinata, 2009,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya : bandung
Nasution. 1993. Pengembangan
Kurikulum, PT Citra Adtya Bakti : Bandung
[1] M.Fadillah, Implementasi
Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI SMP/MTs & SMA/MA, Ar-Ruzz
MEDIA. Yogyakarta. 2014. Hal. 13
[4] Nana Syaodih Sukmadinata, 2009,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya : bandung,
hal 175-177
[5] Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
PT.Remaja Rosdakarya : Bandung, hal.143
[10] Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004, hal.3
[12] Muhaimin, pengembangan
kurikulum pendidikan Islam, (Jakarta : 2005, Raja Grafindo
Persada) Hal 1-3
[13] Departemen Pendidikan Agama RI, Pedoman Khusus Sejarah
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Departemen Pendidikan Agama RI, 2004), hal. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar