MAKALAH KONSEP AGAMA HINDU BALI (HINDU DHARMA)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada
hakikatnya, manusia mempunyai naluri dalam hal kepercayaan terhadap sesuatu
yang memiliki kekuatan atau yang menguasai dan mengendalikan alam semesta ini
yang berbentuk kekuatan gaib. Dengan kepercayaan demikianlah orang dapat
membangun sebuah peradaban dan kebudayaan yang sangat maju sehingga dapat
diwariskan kepada generasi berikutnya. Sehingga lama kelamaan banyak yang
mengikuti atau menjadi anggota kepercayaan tersebut.
Di Indonesia
banyak sekali kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya. Salah
satu kepercayaan atau agama tersebut terdapat beberapa yang tua dan besar salah
satunya adalah Islam, Kristen dan Hindu.
Kira-kira pada
permulaan abad Tarikh Masehi agama Hindu tersebut masuk ke Indonesia dari
India. Di Jawa agama ini bercampur kepercayaan animism Jawa, sedangkan di Bali
juga bercampur dengan kepercayaan animism di Bali yang telah ada sebelumnya.
Agama Hindu adalah salah satu
agama tertua yang ada di Indonesia, Namun yang berkembang di Indonesia
khususnya di Bali adalah Agama yang mereka menamai dengan “Gama Bali” atau “Gama
Tirta” yang kini lebih dikenal dengan “Hindu Dharma”.
Beranjak
paparan sedikit mengenai Agama Hindu Dharma di atas, penulis akan fokus untuk membahas
lebih banyak lagi tentang Agama Hindu Dharma, baik yang bersangkutan dengan 1)
Sekilas tentang Hindu Dharma, 2) Konsep Ketuhanan, 3) Tradisi dan Adat Istiadat,
4) Hari-Hari Besar Umat Hindu Dharma, dan 5) Salam dalam Agama Hindu.
BAB II
PEMBAHASAN
HINDU DHARMA
Agama Hindu
Dharma atau Agama Tirtha ("agama
Air Suci") adalah sejenis agamaHindu yang umumnya diamalkan oleh kebanyakan
orang Bali di
Indonesia.[1] Hindu
Dharma adalah penamaan atas agama yang dianut oleh masyarakat Bali. Untuk
mengetahui apa itu Hindu Dharma berikut ini akan diuraikan, baik yang berkaitan
dengan sejarah munculnya agama tersebut dan juga yang berkaitan dengan konsep
ketuhanannya.
1. Sekilas
Tentang Hindu Dharma
Membicarakan
Hindu Dharma di Bali, sebaiknya diawali dengan membicarakan agama Hindu di
Indonesia. Menurut catatan sejarah agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan
awal tahun Masehi, oleh musafir dari India bernama Maha Resi Agastya, yang di
Pulau Jawa dikenal dengan sebutan Batara Guru/ Dwipayana dan juga musafir dari
Tiongkok, bernama Pahyien.
Kedua tokoh
tersebut mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebarkan Dharma.
Bukti-bukti ini sangar banyak berupa sisa-sisa kerajaan Hindu, seperti Kerajaan
Tarumanegara dengan rajanya Pernawarman di Jawa Barat. Kerajaan Kutai dengan
rajanya Mulawarman di Kalimantan Timur. Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah
dengan rajanya Sanjaya. Kerajaan Singosari dengan rajanya Kartanegara. Kerajaan
Watu Renggong di Bali. Raja-raja Hindu ini dengan para ulamanya memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam mengembangkan agama, seni, dan budaya serta
kesusateraan pada masa itu.
Meskipun agama
Hindu masuk ke Indonesia pada permulaan tahun Masehi, berkembang dari pulau ke
pulau, namun Pulau Bali baru mendapat perhatian mulai abad ke-8 M oleh
pendeta-pendeta Hindu yang bernama Empu Markandeya yang bertempat tinggal di
wilayah Gunung Raung (Jawa Timur). Dialah pemimpin ekspedisi pertama
ke Pulau Bali sebagai penyebar agama Hindu dengan membawa pengikut sekitar 400
orang. Ekspedisi pertama itu diceritakan mengalami kegagalan.
Ekspedisi kedua
dilaksanakan dengan membawa pengikut sekitar 2.000 orang yang akhirnya dengan
berhasil gemilang. Adapun hutan yang pertama dibuka adalah hutan Taro di
wilayah Payangan Gianjar dan dia mendirikan sebuat pura tempat pemujaan di desa
Taro. Pura ini dberi nama pura Murwa yang berate permulaan. Dari daerah ini dia
dengan pengikutnya mengembangkan wilayah menuju pangkal Gunung Agung di wilayah
Besakih saat ini.
Agama Hindu di
Bali sampai saat ini terus berkembang dan mendapat pembinaan secara teratur,
sehingga menurut keterangan jumlah penganutnya sekitar 95%.[2]
2. Konsep Ketuhanannya
Perlu diketahui bahwa agama
Hindu Bali percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam praktiknya dapat
dicapai melalui perantaraan dewa. Orang Hindu Bali juga mengenal dewa Brahma,
Wisnu, dan Syiwa, hanya saja dalam agama Hindu Bali lebih memuliakan dewa Syiwa
dari pada dewa lainnya.
Mereka percaya
kepada satu Tuhan Yang Maha Esa. Soal nama Tuhan, tergantung pada cara mereka
menyembutkannya. Kadang-kadang disebut dewa Brahma, Hyang Widhi, Hyang Wasa,
dan lain-lain, namun yang memegang kekuasaan tertinggi itu hanya satu saja.
Dalam Weda
disebutkan: “Ekan Eva Adwiyam Brahman” yang artinya: “hanya
satu tiada dua-Nya, yaitu Brahman”.
Meskipun Tuhan
satu tapi dapat dimanifestasikan dalam bermacam-macam nama menurut sifat dan
kekuasaan yang ada pada-Nya. Bila dilihat dari fungsi-fungsinya Sang Hyang
Widhi itu dapat disebut dengan nama utama dari Trisaykti yaitu Brahma, yaitu
Sang Hyang Widhi dalam fungsi sebagai pencipta. Wisnu, Sang Hyang Widhi dalam
fungsinya sebagai pemelihara, dan Syiwa, Sang Hyang Widhi dalam fungsinya
sebagai pelebur/ perusak dunia beserta isinya.[3]
3. Tradisi dan Adat Istiadat
Tradisi dan
adat istiadat agama hindu bali (hindu dharma) dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Upacara
1) Upacara Korban (Yadnya);
Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat Bali senantiasa mengadakan
uapacara-upacara untuk dewa-dewa. Dalam upacara pemujaan dewa-dewa Hindu Dharma
terdapat beberapa macam yajnya(kurban). yajnya dimaksud
adalah “Butta Yatnya” yaitu kurban-kurban kepada makhluk halus/ dewa penjaga
alam. Butta Yajnya tersebut dilakukan dalam 3 maca bentuk
upacara kurban: pertam tawur agung yaitu, kurban yang
dilaksakan dalam satu tahun sekali. Kedua Tawur Panca Wali Karma yaitu
upacara kurban yang dilakukan tiap 10 tahun sekali dan ketiga Tawur Eka
Dsas Rudra, upacara kurban yang dilakukan setiap 100 tahun sekali.
2)
Sakremen
(upacara suci)
Adapun upacara
yang paling utama ialah Tawur Agung Eka Dasa Rudra,karena upacara
ini usaha mencari keselamatan hidup disamping pengakuan dosa-dosa manusia selam
100 tahun. (tawur artinya pembayaran, penebusan atau
pembersihan. Agung artinya bersar-besaran. Eka dasa artinya
seratus danRudra adalah makhluk halus penjaga mata angina/alam).
Sedangkan
upacara yang bersifat perorangan ialah. Upacara Ngaben, yaitu
upacara pembakaran jenasah. Upacara ini dilakukan sesuai dengan kemampuan
kelauarga yang meninggal, kadang-kadang dilakukan dengan biaya besar, sedang
dan kecil. Ngben terkadang dilakukan secara masal yang sebaian
biaya, bantuan dari berbagai pihak dan juga pemerintah. Upacara ini dilakukan
untuk membersihkan roh yang meninggal.[4]
b. Tempat ibadat/ tempat pemuja dewa-dewa
Tempat untuk
memuja para dewa ialah kuil, yang oleh orang Bali dinamakan pura, sanggar, dewa
griha dan sebagainya. Di bawah ini dapat kita sebutkan beberapa nama pura
beserta fungsinya:
·
Sangga : yaitu kuil yang berada di rumah-rumah orang
biasa
·
Pamerajan : yaitu kuil yang berada dirumah-rumah orang
yang terkemuka.
·
Pura desa/ Bali Agung : yaitu kuil yang berada di desa-desa.
·
Pura dalam : yaitu kuil kematian pada tiap-tiap desa.
·
Pura subak : yaitu pura untuk orang-orang anggopta subak
(subak irigasi)
·
Pura danau : yaitu kuil yang dibuat orang di tepi telaga.
·
Pura segara : yaitu kuil untuk memuja dewa Baruna (dewa
laut).
·
Pura
kabuyutan : yaitu kuil untuk memuja arwah nenek moyang.
Pada
umumnya pura-pura tersebut di atas terdiri atas 3 bagian:
1.
Bagian muka
berupa ruangan kosong.
2.
Bagian tengah
adalah tempat untuk menyiapkan sesaji.
3.
Bagian belakang
adalah yang terpenting, karena merupkan tempat paling suci. Bagian ini dibagi
lagi 3 bagian kecil, masing-masing sebagai tempat bersemayamg dewa-dewa yaitu
dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Pimpinan
upacara penyembahan terhadap dewa-dewa disebut: pedanda. Tugasnya ialah membuat
air suci pada tiap-tiap upacara. Adapun caranya ialah dengan mengosongkan
rohnya (bersemedi) agar dimasuki oleh dewa Siwa yang kemudian membuat air suci.
Sesusah itu buah-buahan dan sajian-sajian yang hendak dipersembahkan kepada dewa
tadi diperciki dengan air seci ini sambil mengucapkan mantera-mantera.[5]
4.
Hari-hari Besar Umat Hindu Dharma.
Dalam
agama Hindu Dharma ditemui hari-hari besar/hari raya di antaranya:
a.
Hari Raya
Galungan
Kata
Galungan berasal dari Bahasa jawa. Kuno, yang artinya "Menang atau
Ber-tarung". Galungan juga sama artinya dengan Dungulan yang juga berarti
menang. Inti upacara
Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian
yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalarn.
diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu adalah wujud adharma. Dengan kata
lain hakikat Galungan adalah memenangkan dharma melawan adharma.[6]
b.
Hari Raya
Saraswati
Merayakan hari
raya ini dianggap penting oleh umat Hindu. Menurut legenda Saraswati adalah
Dewi/istri Brahma. Saraswati adalah Dewi Pelindung/Pelimpah pengetahuan,
kesadaran. Berkat anugerah dewi Saraswati manusia menjadi beradab dan
berkebudayaan. Peringatan hari
raya ini, menurut beberapa kepustakaan Hindu adalah dalam rangka mengingat
kembali ajaran-ajaran agama dan kesusilaan.
Setelah Saraswati puja selesai,
biasanya dilakukan seinedidi tempat yang suci di malam hari
atau melakukan pembacaan lontar-lontar semalam suntuk dengan tujuan untuk
menemukan pencerahan Ida Hyang Saraswati. Besok harinya
dilaksanakan Baizyii Pitiaruh (Pagi buta berkeramas dengan air Kunikutilati).[7]
c.
Hari Raya Nyepi
Hari raya Nyepi
dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Tujuan utama perayaan ini adalah memohon ke
hadapanTuhai untuk mensucikan alam manusia dan alam semesta. Ada 4 (empat) pantangan yang wajib diikuti saat
hari raya Nyepi (Catur Berata Penyepian)
Pertama; Amati
Geni (mematikan api kosmos untuk rnenghidupkan api
spiritual yang ada dalam diri. Kedua; Amati karya (menghentikar,
kegiatan kerja dan mencari makna dan hakikat kerja yang sesungguhnya) Ketiga; Amati
Lelanguan (tidak bersuka-ria agar menemukan kesadaran akan kenikmatan
semu yang selama ini dinikmati. Keempat; Atnati Lenguan (tidak
mengikuti keinginan untuk bepergian).
Pada saat
pelaksanaan catur brata itu pula dilakukan Mulat
Sari, perenungan mendalam "mengaca diri" untuk membuka
tabir kegelapan agar memperoleh pengetahuan sejati dan kesadaran diri akan
nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam kesenyapan hari Nyepi,
diharapkan umatnya mengadakan mawas diri, menyatukan pikiran, menyatukan cipta,
rasa, dan karsa menuju penemuan hakikat keberadaan diri dan inti sari kehidupan
semesta. Keesokan harinya yaitu hari raya Ngembak Geni, segenap isi rumah
keluar pekarangan dan bennaaf-maafan dengan tetangga dan handai tolan yang
ditemui, dalam suasana batin yang bersih dan dipenuhi kebijaksanaan.[8]
d.
Hari Raya
Kuningan
Hari raya. Kuningan adalah hari
raya yang dirayakan oleh umat Hindu Dharma. perayaan ini jatuh
pada hari Saiiiscara (Sabtu), Kliwon, wuku Kuningan. Hari raya ini
dilaksanakan setiap 210 hari, dengan menggunakan perhitungan kalender Bali.
Sabtu, hari
ketujuh dalam satu pekan. Konon kata Sabtu diambil dari bahasa Iberani (Sabbat), yang
berarti berhenti. (Minggu-Senin-Selasa-RabuKamis-Jum'at-Sabtu). Perayaan hari
raya ini, intinya meminta perlindungan kepada Batara Indera.[9]
5. Salam
dalam Agama Hindu
Untuk membina
hubungan yang harmonis dan mempererat persaudaraan dalam pergaulan di masyarakat,
agama Hindu mengajarkan salam persaudaraan dengan ucapan "OM
SWASTYASTU". Salam ini dapat juga digunakan dalam memulai dan
mengakhiri suatu kegiatan. Khusus dalam mengakhiri suatu kegiatan dapat juga
memakai "OM SANTI, SANTI, SANTI, OM", yang artinya
Semoga damai. "OM" yang berasal dari "A"
simbol Brahma; "U" adalah simbol Wisnu dan "M"
adalah simbol Syiwa. Lalu diucapkan AUM atau OM.
Pada waktu mengucapkan salam,
kedua tangan dicakupkan di depan dada dengan ujung jari mengarah ke atas,
tetapi kalau keadaan tidak memungkinkan, sikap ini boleh tidak dilakukan. Yang menerima
salam seyogyanya menjawab dengan ucapan OM SWASTYASTU dengan
sikap yang sama pula.
OM, = Tuhan, SU,
= baik, ASTI, = ada dan ASTU = semoga. Jadi OM
SWASTYASTU artinya SEMOGA SELAMAT ATAS RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA. Dengan demikian pada setiap kegiatan telah dilaksanakan
saling doa-mendoakan antara satu dengan yang lainnya.[10]
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Hindu Dharma
adalah penamaan atas agama yang dianut oleh masyarakat Bali. Perlu diketahui
bahwa agama Hindu Bali percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
praktiknya dapat dicapai melalui perantaraan dewa. Orang Hindu Bali juga
mengenal dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa, hanya saja dalam agama Hindu Bali lebih
memuliakan dewa Syiwa dari pada dewa lainnya dan semuanya itu adalah penamaan
saja terhadap tuhan mereka, sebenarnya dalam Weda disebutkan: “Ekan Eva
Adwiyam Brahman” yang artinya: “hanya satu tiada dua-Nya, yaitu
Brahman”.
Dalam agama
Hindu Dharma terdapat upacara seperti korban (Yadnya) dan sekremen (upacara
suci). Sedangkan dari tempat ibadatnya untuk memuja dewa adalah kuil, yang
oleh orang Bali dinamakan pura, sanggar, dewa griha dan sebagainya. Di bawah
ini dapat kita sebutkan beberapa nama pura beserta fungsinya.
Hindu dharma terdapat hari-hari
raya (hari yang wajib diperhatikan oleh umatnya), yaitu: Hari Raya Galungan,
Hari Raya Saraswati, Hari Raya Nyepi, Hari Raya Kuningan.
Agama Hindu
mengajarkan salam persaudaraan dengan ucapan "OM SWASTYASTU".Salam
ini dapat juga digunakan dalam memulai dan mengakhiri suatu kegiatan. Khusus
dalam mengakhiri suatu kegiatan dapat juga memakai "OM SANTI,
SANTI, SANTI, OM".
DAFTAR PUSTAKA
AH. Choiron, Perbandingan Agama Kajian Agama-Agama dalam Perspektif
Komparatif, Buku Daros, Kudus, 2009
Jirhanuddin, Perbandingan
Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
[5] AH. Choiron, Perbandingan
Agama Kajian Agama-Agama dalam Perspektif Komparatif, Buku Daros, Kudus,
2009, hal. 103-104
Tidak ada komentar:
Posting Komentar