Selasa, 09 Januari 2018

KELOMPOK SOSIAL DALAM DUNIA PENDIDIKAN

MAKALAH KELOMPOK SOSIAL DALAM DUNIA PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial. Sebagai mahluk sosial tentu manusia tidak dapat hidup sendiri. Mereka akan saling ketergantungan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati.
Hubungan kesinambungan antara manusia dengan manusia lainnya akan menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial terjadi hubungan antar manusia (lebih dari 1 pelaku). Proses tersebutlah yang mejadi awal terbentuknya kelompok sosial. . Pelakunya lebih dari satu.
Sebagai makhluk sosial kita pasti melakukan bahkan membutuhkan interaksi sosial dengan orang lain karena dalam kehidupan ini mustahil kita bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam interaksi yang terjadi dikalangan masyarakat tersebut secara sengaja maupun tidak sengaja  maka akan membentuk kelompok sosial mulai dari kelompok sosial yang terkecil yaitu keluarga sampai dengan kelompok sosial yang sangat kompleks. Kelompok sosial itu terbentuk karena adanya kesamaan kepentingan, sejumlah tujuan, serta untuk memenuhi peran sosial yang kita terima sebagai anggota masyarakat. Kelompok memainkan peran yang sangat penting dalam struktur sosial. Oleh karena itu dalam makalah ini kelompok kami akan membahas serta mengidentifikasi sedikit mengenai  kelompok sosial yang tentunya dalam dunia pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah konsep dari kelompok sosial ?
  2. Bagaimanakah kelompok sosial dalam dunia pendidikan ?



 BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Kelompok Sosial
  1. Pengertian Kelompok Sosial
Sejak individu di lahirkan di dunia ini selalu di lingkupi oleh benda-benda. Di samping itu juga di lahirkan di dalamdunia sosialdari organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok yang masing-masing mempunyai pola tingkah laku sendiri-sendiri. Terjadilah interaksi dengan individu-individu yang lain di dalam kelompok organisasi tersebut, sehingga membentuk individu menjadi seseorang dan mengubah  sifat-sifat aslinya. Melalui kelompok itulah individu dapat memuaskan keseluruhan kebutuhan yang fundamental dan memperoleh kesempurnaan yang terbesar. Akan tetapi sebaliknya, melalui kelompok ini pula dapat merasakan kekecewaan da mengalami kesulitan-kesulitan yang amat sangat. Mausia sebagai makhluk sosial yang mempunyai sisi individualtas hidup dalam dan dengan kelompok sosial. Kelompok manusia itu merupakan gejala universal. Manusia tidak mungkin hidup tanpa kelompok, justru kelompok sosiallah yang menjadikan manusia dapat tumbuh dan bekembang sebagaimana wajarnya. Kelompok adalah unit sosial yang terdiri dari beberapa individu sebagai anggota kelompok di mana individu-individu tadi mempunyai status atau peranan tertentu dan dalam unit sosial tadi berlakulah serangkaian norma-norma yang mengatur tingkah laku kelompok.[1]
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong. Akan tetapi timbul suatu pertanyaan , apakah setiap himpunan manusia dapat di namakan kelompok sosial, untuk itu di perlukan beberapa persyaratan tertentu, antara lain :
  •     Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
  •      Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya.
  •     Ada suatu fatktor yang di miliki bersama sehingga hubungan antar mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, dll. 
  •      Berstruktur, berakidah dan mempunyai pola perilaku.
  •      Bersistem dan berproses.[2]

  1. Ciri-ciri Kelompok Sosial
Kelompok sosial memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang sedemikian rupa sehingga berpengaruh terhadap proses interaksi pada tiap pergaulan hidup. Interaksi sosial adalah suatu proses pengaruh mempengaruhi antar individu dalam suatu pergaulan. Menurut Sheriff terdapat empat ciri kelompok yang berperan dalam proses interaksi sosial antara lain :[3]
  1. Adanya dorongan pada individu-individu sehingga terjadi interaksi sosial.
  2. Akibat interaksi yang berlainan karena terjadi reaksi yang berbeda yang disebabkan kecakapan yang berbeda dan individu yang terjalin dalam interaksi sosial; sehingga kemudian terbentuk organisasi, struktur dan norma-norma sosial, dalam suatu kelompok tertentu yang memiliki kekhasan masing-masing.
  3. Pembentukan dan penegasan straktur organisasi kelompok yang jelas, terdiri atas peranan dan kedudukan sosial, herarkis yang semakin berkembang dalam usaha pencapaian tujuan. Kemudian disusul dengan terjadinya pemisahan yang jelas antara usaha dan orang-orang yang termasukingroup and outgroup.
  4. Terjadinya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku anggota kelompok dalam normalisasi tujuan kelompok.

  1. Klasifikasi Kelompok sosial
Cooley (1909: 23) mempergunakan dasar we and the group dari Summer yang mengemukakan adanya jenis-jenis kelompok sosial yaitu : sosial primer, sekunder dan tersier, atas dasar intimitas perasaan-perasaan individu terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok lainnya.
Pertama, kelompok prmer atau the primary group dalah suatu kelompok yang mempunyai rasa ikatan uang terkuat dalam relasi intra-group. Di dalam kelompok primer, rasa ke-kami-an atau we feeling merupakan ekspresi yang fundamental dan natural.
Kedua, kelompok sekunder atau secondary group. Pada kelompok sekunder terdapat hubungan-hubungan kausalitas,artinya ada sebab akibat tertentu yang menyebabkan terbentuknya kelompok. Hubungan sosial pada kelompk sekunder ini biasanya mempunyai bentuk organisasi dan mempunyai peraturan-peraturan yang tegas pada organisasi itu.
Ketiga, kelompok tersier atau tertiery group, kelompok tersier ini mempunyai sifat sementara atau insidental. Mungkin mereka sempat berkenalan sebagian satu sama lain tetapi kesempatan berhubungan hanya ketika itu saja. Di dalam kelompok tersier initidak ada aturan-aturan yan mengatur hubungan sosial di antara individu-individunya.[4]
Dalam membicarakan kelompok-kelompok sosial, haruslah di hindari paham prasangka bahwa kelompok-kelompok sosial merupakan lawan induvidu, keduanya hanya dapat di mengerti bila di pelajari di dalam hubungan antara yang satu dengan yang lain (sebagai pasangan). Pengertian tersebut sangat penting untuk mencegah terjadinya pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk kelompok sosial tertentu seperti publik dan kerumunan merupakan ancaman terhadap kesejahteraan invidu. Juga harus di hindari prasangka bahwa kelompok-kelompok sosial semata-mata di timbulkan oleh naluri manusia untuk selalu hidup dengan sesama, kelompok-keompok sosial tersebut juga merupakan bentuk kehidupan yang nyata. Pendapat yang mungkin tidak benar ini haruslah di hindari, apabila kelompok sosial hendak di telaah dengan senetral mungkin, tanpa prasangka.[5]

B.     Kelompok Sosial dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan seringkali disamaartikan hanya dengan istilah pengajaran atau pelatihan, bahkan lebih banyak disempitkan menjadi sekolah.
Pendidikan merupakan suatu proses mendidik, yakni proses dalam rangka mempengaruhi manusia agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dalam lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya, yang dilakuakan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Proses mendidik itu tidak hanya terjadi di sekolahan, tapi juga di keluarga dan masyarakat.[6] Maka dari itu, sekolah, keluarga dan masyarakat merupakan suatu kelompok sosial yang tentunya dalam aspek pendidikan. Karena dalam sekolah, keluarga dan masyarakat terjadi suatu hubungan timbal balik dan interaksi satu sama lain serta adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan yang tentunya dalam pembahasan pendidikan.

  1. Masyarakat Ajang Pendidikan
Masyarakat di ciptakan sebagai makhluk individu, akan tetapi juga homosocius (makhluk sosial) di mana mereka tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk perikehidupan yang berbudaya di sebut masyarakat.[7]
Proses pendidikan dapat berlangsung karena adanya “sarana” yang dapat mendukung dan menjadi ajang berlangsungnya pendidikan. Yang di maksud dengan sarana dan ajang tersebut adalah masyarakat. Masyarakat dapat di pandang dalam arti makro dan mikro. Kedua jenis ini perlu mendapatkan perhatian dalam pendidikan karena peserta didik di dalamnya. Yang di maksud dengan masyarakat dalam arti mikro adalah keluarga. Masyarakat makro meliputi seluruh negara sampai pada masyarakat global. Masyarakat global perlu mendapat perhatian untuk di telaah karena dewasa ini telah berlangsung peristiwa-peristiwa ini baru yang di rangkum yang di namakan globalisasi.[8]

  1. Keluarga
Keluarga merupakan tempat bagi masing-masing dari kita belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Ketika kita datang ke dunia kita sudah siap untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Selama satu tahun pertama hidup,ketika kisaran dari perilaku-perilaku yang nyata dan terbatas, bayi manusia sangat sensitif terhadap suara-suara tertetu, ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang di lakukan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.[9] Keluarga juga merupakan lingkungan pertama bagi anak yang memberikan sumbangan bagi perkembangan dan pertumbuhan mental maupun fisik anak dalam kehidupannya.
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama di kenalkan pada anak, atau dapat di katakan bahwa seorang anak itu mengenal kehidupan sosial itu pertama-tama di lingkungan keluarga. Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan keluarga yang lain menyebabkab bahwa seorang anak menyadari akan dirinya bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai individu dia harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya demi untuk kelangsungan hidupnya di dunia ini. Sebagai makhluk sosial ia menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama yaitu saling menolong dan mempelajari adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat ini yang memperkenalkan adalah orang tuanya, yang akhirnya di miliki oleh anak-anak itu.[10]
Dalam pendidikan, keluarga adalah salah satu pusat pendidikan. Bahkan di sebut sebagai pusat pendidikan pertama dan utama. Tugas dan kewajiban keluarga adalah memberikan pendidikan nilai-nilai spiritual keagamaan, pengetahuan, dan ketrampilan dasar kepada peserta didik (anak).[11]

  1. Sekolah
Sekolah adalah pusat pendidikan setelah keluarga. Selain perlu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara umum, sekolah juga perlu di anggap sebagai keluarga kedua. Jadi, sebagian dari kehidupan sekolah adalah eksistensi dari kehidupan keluarga. Karena kehiupan dalam keluarga di harapkan dapat sejalan dengan masyarakat yang sifat antara para anggotanya homogen (sifat yang sama), maka pun perlu mencerminkan adanya ekstensi masyarakat. Oleh karena itu, di sekolah pun perlu adanya keterjalinan rasa cinta dan rasa percaya antara guru atau pengajar dengan para siswanya. Hal ini merupakan gambaran mengenai upaya agar pendidikan itu berhasil setelah melewati interaksi pendidikan dan pengajaran sebagai proses yang positif antara guru atau pengajar dengan para siswanya.[12]
Di sekolah anak berinteraksi dengan guru-guru beserta bahan-bahan pendidikan dan pengajaran, teman-teman peserta didik lainnya, serta pegawai tata usaha. Anak memperoleh pendidikan  di sekolah berupa pembentukan nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan, dan lain-lain akibat bersosialisasi dengan pendidikan formal terbentuklah kepribadiannya untuk tekun dan rajin belajar untuk meraih cita-cita akademis yang setinggi-tingginya. Sebalik nya akibat berinteraksi dengan teman-teman sekolahnya yang kurang tertib, ,aka terpengaruhlah kepribadian nya menjadi kurang tidak produktif dalam belajar.[13]



 BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mausia sebagai makhluk sosial yang mempunyai sisi individualtas hidup dalam dan dengan kelompok sosial. Kelompok adalah unit sosial yang terdiri dari beberapa individu sebagai anggota kelompok di mana individu-individu tadi mempunyai status atau peranan tertentu dan dalam unit sosial tadi berlakulah serangkaian norma-norma yang mengatur tingkah laku kelompok. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.
Di namakan kelompok sosial, untuk itu di perlukan beberapa persyaratan tertentu, antara lain : Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan, ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya, ada suatu fatktor yang di miliki bersama sehingga hubungan antar mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, berstruktur, berakidah dan mempunyai pola perilaku, serta bersistem dan berproses.
Jenis-jenis kelompok sosial yaitu : sosial primer, sekunder dan tersier, atas dasar intimitas perasaan-perasaan individu terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok lainnya.
Kelompok sosial dalam dunia pendidikan adalah sekolah, keluarga dan masyarakat. Karena dalam sekolah, keluarga dan masyarakat terjadi suatu hubungan timbal balik dan interaksi satu sama lain yang tentunya dalam aspek pendidikan.




DAFTAR PUSTAKA

Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta
Bambang Marhiyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Media Centre, Surabaya
Drs.A.H. Kahar Usman , M.Pd, Sosiologi Pendidikan, STAIN Press, Kudus,2009
H. Khairuddin, SOSIOLOGI KELUARGA, LIBERTY, Yogyakarta, 2002
Prof. Dr. Soejono Soekanto dan Dra. Budi Sulistyowati, M.A., SOSIOLOGI Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003



[1] Drs.A.H. Kahar Usman , M.Pd, Sosiologi Pendidikan, STAIN Press, Kudus,2009,hal. 67-68
[2] Prof. Dr. Soejono Soekanto dan Dra. Budi Sulistyowati, M.A., SOSIOLOGI Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, Cet.45, hal.101
[3] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003, hal. 49
[4] Drs.A.H. Kahar Usman , M.Pd, Sosiologi Pendidikan, STAIN Press, Kudus,2009, hal. 70-72
[5] Prof. Dr. Soejono Soekanto dan Dra. Budi Sulistyowati, M.A., SOSIOLOGI Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, Cet.45,hal.107
[6] https://www.facebook.com/materikul/posts/473738685982089 di akses pada tanggal 25 Oktober 2015 jam 20:38 wib
[7] Bambang Marhiyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Media Centre, Surabaya, t.t, hal. 392
[8] Drs.A.H. Kahar Usman , M.Pd, Sosiologi Pendidikan, STAIN Press, Kudus,2009,hal. 84
[9] H. Khairuddin, SOSIOLOGI KELUARGA, LIBERTY, Yogyakarta, 2002 hal. 4
[10] Op.Cit, hal.79
[11] Ibid ,hal.84
[12] Ibid, hal. 88
[13] Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan, PT Rineka Cipta, Jakarta, t.t, hal. 57

PENYAKIT HATI DAN PENYAKIT MORAL

MAKALAH PENYAKIT HATI DAN PENYAKIT MORAL

BAB I
PENDAHULUAN

     A.    Latar Belakang Masalah
Dalam diri setiap manusia terdapat satu raja yang dapat menentukan ke arah mana manusia menempuh jalan yaitu hati. Hati lebih identik dengan namanya jiwa, sedang menurut dalam al-Quran jiwa (nafs) mempunyai banyak definisi misalnya dalam surat Yusuf ayat 53:
وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِي اِنَّ النَفْسَ لَاَ مَّارَةٌ بِالسُّوْءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya:
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku terbebas (dari kesalahan), karna sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat dari Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun Maha Penyayang”.[1] Dari ayat ini dapat diambil definisi nafsu ada dua pengertian yakni: nafsu ialah sesuatu yang mendorong kepada kejahatan dan nafsu ialah sesuatu yang bisa mendorong kebaikan jika diberi rahmat dari Allah. Moral lebih condong kepada perilaku, baik yang terpuji maupun yang tercela.
Tidak semua hati itu sehat sebagaimana disebutkan dalam surat Yunus ayat 53, akan tetapi ada hati yang sakit. Dimana hati yang sakit tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi buruknya moral dalam diri setiap insan. Penyakit hati ini yang lebih berbahaya dari pada penyakit pada anggota tubuh, tetapi jarang orang mementingkan tentang penyakit hati yang dideritanya. Bahkan, banyak yang tidak menyadari bahwa hatinya sudah terjangkit penyakit sampai pada akhirnya hati tidak bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk ini merupakan salah satu tanda matinya hati.


     B.     Rumusan Masalah
Dalam pendahuluan menyatakan bahwa manusia itu mempunyai hati dan ada penyakit hati serta akibatnya. Sehingga dapat ditarik suatu permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana hati manusia itu dapat terjangkit suatu penyakit yang mengakibatkan buruknya moral?
2.      Bagaimana menurut pandangan al-Quran, serta macamnya mengenai penyakit hati dan moral?
3.      Bagaimana cara mengatasi problema yang dihadapi oleh setiap manusia mengenai penyakit hati dan penyakit moral?


BAB II
PEMBAHASAN

     A.    Konsep Penyakit Hati & Penyakit Moral
Hati atau qalb bermakna membalikkan atau memalingkan. Hati adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala, dan merupakan tempat menerima perasaan kasih sayang, pengajaran, pengetahuan, berita, ketakutan, keimanan, keislaman, keihsanan, dan ketauhidan. Sedangkan Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Selain itu, moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). [2]
Adapun penyakit hati adalah penyakit yang diderita oleh seseorang yang memiliki hati yang kotor, hati yang jauh dari tuntunan agama dan orang yang terkena penyakit hati akan merasa tidak aman; tentram dan damai baik hati maupun dalam kehidupannya. Sedangkan penyakit moral adalah suatu penyakit yang mengakibatkan buruknya tingkah laku seseorang yang mengakibatkan kerugian pada diri sendiri maupun oranglain.

     B.     Penyebab Terjangkitnya Penyakit Hati Dalam Diri Manusia Dan Akibatnya Bagi Moral
Penyakit hati tidak akan mendatangkan kematian. Sakitnya hati akibat kebodohan atau kejahilan yang mutlak. Selain itu, yang memperparah sakitnya hati adalah penyakit syubhat atau nafsu syahwat yang menggerogoti jiwa. Selain itu sesungguhnya kehilangan, penyimpangan, ataupun tidak adanya pengetahuan terhadap dasar-dasar pendidikan rumah dan sekolah yang benar-benar dibangun diatas prinsip akhlak yang benar dan yang disandarkan pada ajaran samawi yang benar merupaka penyebab utama bagi timbul dan tumbuhnya penyakit hati. Hati yang sudah terjangkit penyakit maka ia akan sulit menerima masukan, saran, serta hidayahpun tidak hinggap pada hati yang sakit atau bahkan yang mati. Sehingga apa yang disarankan kepada dirinya segalanya menjadi fitnah atau musibah baginya.[3]
Adapun akibat dari terjangkitnya penyakit dalam hati akan menimbulkan buruknya moral dalam diri seseorang yang sakit hatinya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT surat Al-Ahzab ayat 32 sebagai berikut:
... فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِي قَلْبِه مَرَضٌ وَّقَلْنَ قَولاً مَعْرُوفاً
Artinya:
 “… sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya”.
Maksud dari “ada penyakit dalam hatinya” adalah orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan perempuan, seperti melakukan zina.[4] Jadi sakitnya hati akibat menyepelekan hal syubhat dan tidak bisa mengontrol syahwatnya atau kebodohan serta kejahilannya akan menimbulkan buruknya moral yakni melanggar asusila serta hukum agama, misalnya berbuat zina, mencuri, merampok, menyuap, korupsi, dan lain sebagainya.

     C.    Macam-Macam Penyakit Hati Dan Penyakit Moral Perspektif Al-Quran, antara lain:
1.         Dendam kepada orang lain
أَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ فّى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَن لَّنْ يُخْرِجَ اللهُ أَضْغَنَهُم
Artinya:
“Atau apakah orang-orang yang ada penyakit hati dalam hati mereka mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan rasa dendam mereka?” (Muhammad:29)
        Dalam al-Qur’an surat Muhammad ayat 29 sifat dendam itu akan ditampakkan oleh Allah ketika seseorang sudah terjangkit penyakit ini, karena sifat dendam adalah penyakit hati yang sangat mempengaruhi mental atau kejiwaan seseorang, dan untuk mengusuir atau menghilangkan sangat sulit. Hati yang terkena penyakit dendam maka ia mempunyai perasaan tidak tenang dan gelisah dan merugikan diri sendiri serta orang lain.     
2.         Dengki (hasad)
وَدَّكَثِيرَ مِنْ أَهْلِ الكِتَبِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعدِ إِيمَنِكُم كُفَّارًا حَسَدًا مِّن عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُمُ الحَقُّ.
Artinya:
”sebagian ahli kitab itu mengiginkan untuk mngembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman karena rasa dengki yang timbul dari diri mereka sendiri, setelah sesuatu kebenaran bagi mereka”. (Al-Baqarah : 109)
 Dengki atau hasad ialah sifat atau sikap tidak senang melihat orang lain mendapatkan kenikmatan, kebaikan dan kedamaian dengan berupaya melakukan kejahatan kepadanya agar kenikmatan, kebaikan dan kedamaian itu berpindah kepada dirinya, dan ia merasa senang apabila orang yang dirampas kebahagiaannya itu menderita. [5]
 Dengki itu ada dua macam. Pertama adalah benci pada kenikmatan yang diperoleh orang lan secara mutlak, dan ini sifat dengki yang sangat berbahaya. Dengkin yang kedua adalah sifat membenci kelebihan yang dimiliki seseorang dan sangat menginginkan menjadi seseorang atau bahkan melebihinya.
3.         Takabur (sombong atau angkuh)
Penyakit ini telah diisyaratkan di dalam ayat al-Quran surat luqman ayat 18
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِنَاسِ وَلَا تَمسِ فِى الاَرْضِ مَرَحاً, اِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ كُلُّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ.
Artinya:
Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena  sombong)dan janganlah berjalan diatas muka bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan membanggakan diri.
 Takabur adalah sikap menyombongkan diri karena merasa dirinya mempunyai banyak kelebihan dan menganggap orang lain banyak mempunyai kekurangan. Keangkuhan dan kesombongan adalah penyakit yang tidak disenangi oleh Allah sekaligus merusak diri sendiri dan orang lain, karena biasanya sering menyertai sifat kezaliman. Allah telah mengharamkan kezaliman atas diri-Nya dan hamba – hamba-Nya. [6]
4.         Riya
 وَلَا بِاليَومِ الاخِرِ وَ الَّذينَ يُنْفِقُونَ اَمْوَالَّهُم رِئَاءَ النَّاسِ وّلَا يُؤْمِنُونَ بِا للهِ
Artinya:
“dan (juga) orang-orang yang mengingfakkan hartanya karena riya’ kepada orang lain (ingin dilihat dan dipuji), dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari akhir….” (An-Nisa’:38)
 Kata riya’ berasal dari kata ru’yah yang berarti penglihatan manusia. Sesuatu itu akan disebut riya’, bila ingin dilihat oleh orang. Riya’ adalah sikap atau perilaku yang suka menonjolkan diri untuk mendapat pujian, yaitu memamerkan dirinya sebagai orang yang taat dan kepada Allah dengan melakukan serangkaian ibadah, tetapi karena mengharap pujian dan sanjungan dari orang lain bukan karna ketulusan dan keikhlasan.[7]
5.         Buruk sangka (su’uzhzhan)
يَاَيُّهَالَّذِينَ امَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ, اِنَّ بَعْضَ الظَنِّ اثْمٌ
Artinya:
“wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa” (Qs. Al-Hujurat: 12)
 Buruk sangka (su’uzhzhan) ialah sikap yang selalu curiga atau berpendapat negatif kepada sesuatu masalah atau kondisi. Jika terjadi sesuatu masalah atau peristiwa, hal itu selalu disandarkan kepada sebab musabab yang tidak baik.
6.         Dusta (kadzib)
اِنَّ اللهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كَذِبٌ كَفَّارٌ
Artinya:
“Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang-orang yang sangat ingkar” (Qs. Az- Zumar:3)
 Dusta adalah sikap atau sifat yang suka berbicara tidak benar dari kenyataan, apapun yang dikatakan hanya berupa kebohongan, yang bertujuan ingin dengan sengaja menyebar fitnah dan berita dusta kepada orang lain. Bahkan pendusta yang paling berat adalah orang yang terang-terangan mendustakan ayat-ayat atau hukum Allah.        
7.         Lalai
وَلَا تَكُونُواكَالَّذِينَ نَسُوااللهَ فَأَنْسَهُم اَنْفُسَهُمْ, اُولئِكَ هُمُ الفسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendri. Mereka itulah orang-orang fasik.”  (Qs. Al-Hasyr: 19)
 Apabila seseorang telah melupakan Allah, melupakan perintahNya yang harus dilaksanakan, melupakan laranganNya yang harus ditinggalkan, maka Allah akan memberikan hukuman dan siksa dengan dua macam, yaitu:
a.    Allah akan melupakannya, artinya Allah tidak akan memberikan pertolongan untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan di dunia, bahkan terombang-ambing dalam kesesatan dan kehinaan.
b.    Allah akan menjadikan lupa pada dirinya sendiri, artinya tidak dapat menemukan hakikat dirinya, citra dan jati dirinya. Ia tidak sadar bahwa setiap apa yang dikerjakannya merupakan perbuatan dosa dan tercela. Bahkan, yang paling fatal adalah ia tidak mengetahui bahwa dirinya tidak tahu, bodoh, hatinya penuh penyakit-penyakit batin, bahkan ia tidak senang atas keberadaannya.[8]
8.         Kikir (bakhil)
Dalam ayat al-Quran mengisyaratkan penyakit bakhil yakni pada surat Al-Isra’ayat 100
وَكَانَ الِانْسَانُ قَتُورًا
Artinya: “Dan manusia itu memang sangat kikir.”
 Kebanyakan tanda-tanda orang bakhil adalah orang yang suka makan dan minum serta tergantung pada sesuatu yang cepat hilang. Akibat terburuk yang dialami oleh orang kikir adalah  penyakit takut mati yang dialami oleh kebanyakan hati manusia. Dan sifat kikir ini lebih cenderung tidak mau bersedekah untuk orang yang membutuhkan karna menurutnya bersedekah akan mengurangi hartanya serta akan bisa membuatnya menjadi miskin. Hal ini bertolak belakang dengan ajaran islam untuk berzakat dan bersedekah kepada saudara dan kerabat dekat serta orang – orang miskin.[9]
9.         Hilang perasaan malu
أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّاللهَ يَرَى
“bukanlah ia mengetahui bahwasannya Allah melihat segala apa yang diperbuat” (Al-Alaq:14)
 Al-Jurjani mengatakan bahwa perasaan malu itu ialah perasaan tertekannya jiwa dari sesuatu, dan ingin meninggalkan sesuatu itu secara berhati-hati, karna di dalamnya ada sesuatu yang tercela. Dan malu terbagi menjadi dua:
a.    Yang bersifat kejiwaan, seperti: Malu terbuka aurat dan bersetubuh di depan orang lain.
b.     Yang bersifat keimanan, seperti: Seorang mukmin meninggalkan maksiat karena takut kepada Allah.

     D.    Cara Mengatasi Problema Yang Dihadapi Oleh Setiap Manusia Mengenai Penyakit Hati Dan Penyakit Moral
1)   Setiap insan yang pernah terjangkit baik penyakit hati maupun moral untuk mengatasi permasalahan ini ia harus bertaubat terlebih dahulu. Taubat meminta ampun kepada Allah dengan penyesalan dan tidak akan mengulangi perbuatan – perbuatan yang membuat tumbuh suburnya penyakit-penyakit hati, selanjutnya menghentikan dosa dan bertekad kuat untuk tidak melakukannya.
2)   Untuk mengatasi problema tentang penyakit hati dan moral dengan cara mengganti setiap perkara yang buruk dengan kebaikan- kebaikan, antara lain:
1.    Mengganti sikap pendendam dengan pemaaf, memaafkan kesalahan orang lain dan meminta maaf jika melakukan kesalahan kepada orang lain salah satu cara untuk mengobati penyakit hati dan moral.
2.    Mengganti sikap takabur (sombong dan angkuh) dengan sikap rendah hati, tidak membanggakan diri sendiri dan mencoba untuk tidak merendahkan orang lain.
3.    Riya’ atau sikap yang selalu memamerkan sesuatu kepada manusia, sikap ini sangat tercela karna bagian dari syirik kecil. Sikap riya’ ini harus diganti dengan sikap ikhlas. Ikhlas dalam melalukan hal ibadah dan semata-mata hanya untuk Allah, serta menganggap pujian dan celaan adalah hal yang sama. Meniatkan setiap apa yang kita lakukan hanya untuk Allah dan mengharap Ridho Allah.
4.    Buruk sangka mengakibatkan hal yang fatal bagi yang berburuk sangka dan yang diburuk sangkakan. Karna hal itu sikap selalu berburuk sangka kepada orang lain diubah dengan sikap yang selalu berprasangka baik. Berprasangka baik itu tidak hanya kepada manusia tetapi juga kepada Allah. Berbaik sangka akan memperbaiki hati (menyehatkan hati). Berbaik sangka setiap apa yang ditakdirkan kepada kita hambaNya bahwa setiap kejadian ada hikmah yang bermanfaat pada kita. Berbaik sangka kepada sesama saudara akan dijamin oleh Allah surga. [10]
5.    Al-Quran merupakan obat penawar atas segala penyakit yang ada dalam dada manusia dan juga bagi siapa yang di dalam hatinya ada penyakit yang merusak pengetahuan, pandangan hidup, dan merusak daya imajinasinya sehingga melihat sesuatau dengan sebaliknya. Kata hikmah dan nasihat-nasihat yang baik bermanfaat untuk mendorong dan memberikan semangat kerja, begitu juga dengan kisah-kisah yang mendatangkan perumpumaan yang semuanya itu merupakan penawar hati dan menjadikan hati sehat.[11] Sebagaimana dalam firman Allah surat Al-Isra’ ayat  82
وَنُنَزِّلُ مِنَ القُرْانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ...

“Dan Kami menurunkan al-Quran suau yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman ...
Dan surat yunus ayat 57 yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

     E.     Analisis
Menurut pendapat pemakalah memang benar setiap manusia yang memiliki hati pasti mempunyai penyakit hati, karna setiap manusia diciptakan untuk bertaubat dan menyembah Allah. Hal ini jika seseorang didalam hatinya berbuat serong otomatis perilaku atau moralnya serong juga. Hati merupakan pengendali dari setiap fikiran dan tindak perilaku, dan tak jarang orang yang berpenyakit hati misalnya tidak suka dengan seseorang maka hati akan menggerakkan anggota tubuh untuk memperlihatkan ketidaksukaannya baik disadari maupun tidak disadari.
Adapun penyakit hati dan moral yang sering diderita oleh kebanyakan orang menurut pemakalah adalah perasaaan dengki, iri , sombong, bahkan riya’ terhadap semua apa yang diperbuatnya baik dalam muamalah dengan sesama manusia maupun saat bermuamalah kepada Allah. Bahkan, tak jarang membanggakan amal ibadahnya yang sudah dilakukan yakni sikap ujub. Padahal apapun yang kita lakukan sebagai umat akhir zaman pasti tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad , sahabat-sahabat beliau, tabi’in dan tabiut tabi’in serta ulama – ulama terdahulu.
Setiap penyakit pasti ada obatnya karna Allah menurunkan setiap obat untuk semua penyakit kecuali penyakit kematian. Dan sudah dipaparkan dalam pembahasan beberapa obat yang harus dilakukan seseorang untuk menghilangkan penyakit hati. Menurut pemakalah salah satu obat penawar penyakit yang ada dalam dada adalah memilih teman yang baik, mengikuti kajian – kajian keislaman yang menambah Iman sehingga lama kelamaan penyakit hati itu akan berkurang. Hati setiap harinya membutuhkan nutrisi seperti tubuh, dan nutrisi hati salah satunya pencerahan hati dan pencucian hati sehingga titik – titik hitam yang membadel menutupi hati dapat terhapus dan cahaya hidayah hinggap dalam hati serta menimbulkan perilaku dan moral yang baik atau akhlak yang mulia. Sebab, akhlak yang mulia lebih berharga dari pada emas.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Di dalam pembahasan dibahas tentang sebab penyakit hati dan moral, macam-macamnya serta menanggulanginya sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Penyebab terjangkitnya penyakit hati dalam diri manusia yang paling utama adalah kebodohan atau kejahilan. Karna bodoh seseorang tidak tau cara bermuamalah dengan baik antara sesema manusia dan kepada Allah. Sehingga orang-orang yang bodoh tidak dapat menetukan yang haq dan bathil. Selanjutnya faktor dari melakukan hal-hal yang syubhat syahwat yang selalu berdampingan yang menyebabkan penyakit hati subur hinggap dalam dada manusia. Dan akibatnya bagi moral adalah menimbulkan perilaku-perilaku yang menyimpang dari norma-norma baik norma agama, hukum dan asusila. Kesemua itu karena hati yang berpenyakit yang memerintahkan untuk raga berbuat menyeleweng dari ketentuan.
2.    Macam-macam penyakit hati dan penyakit moral adalah orang yang selalu dengki dengan sesama, memiliki sifat pendendam, sombong dan angkuh, lalai kepada Allah, kikir (bakhil), serta tidak memiliki rasa malu
3.    Cara mengatasi problema yang dihadapi oleh setiap manusia mengenai penyakit hati dan penyakit moral dengan mendekat kepada Allah dengan cara bertaubat dan tidak mengulanginya lagi, sering-sering membaca al-Quran dan ceramah-ceramah untuk menyinari hati, memilih teman yang baik, serta mengganti setiap perilaku yang buruk dan menyimpang kepada perilaku yang baik sesuai dengan akhlaq al-Quran dan mentauladani Nabi Muhammad saw.


DAFTAR PUSTAKA

Adnan Syarif. 2002. Psikologi Qurani. Pustaka Hidayah: Bandung
Amru Khalid. 2007. Hati Sebening Mata Air. Aqwam Jembatan Ilmu: Solo.
Departemen Agama RI. Tt. Alhidayah Al-Quran Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka.  Kalim: Banten.
Hamdani Bakran Adz-Dzaky. 2002.  Konseling & Psikoterapi Islam. Fajar Pustaka Baru: Yogyakarta.
Syekh Ibnu Taimiyyah. 2004. Terapi Penyakit Hati. Gema Insani: Jakarta.






[1] Departemen Agama RI, tt, Alhidayah Al-Quran Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka,  Kalim: Banten, Hal. 243.

[2] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2002,  Konseling & Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru: Yogyakarta, hal.47
[3] Syekh Ibnu Taimiyyah, 2004, Terapi Penyakit Hati, Gema Insani: Jakarta, Hal. 13-14.
[4] Departemen Agama RI, Op.Cit, Hal. 423
[5] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2002,  Konseling & Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru: Yogyakarta, hal.342
[6] Adnan Syarif, 2002, Psikologi Qurani, Pustaka Hidayah: Bandung, Hal. 134
[7] Amru Khalid, 2007, Hati Sebening Mata Air, Aqwam Jembatan Ilmu: Solo, Hal. 39
[8] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2002,  Konseling & Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru: Yogyakarta, hal.366
[9] Adnan Syarif, 2002, Psikologi Qurani, Pustaka Hidayah: Bandung, Hal. 130
[10] Amru Khalid, 2007, Hati Sebening Mata Air, Aqwam Jembatan Ilmu: Solo, Hal.57
[11] Syekh Ibnu Taimiyyah, 2004, Terapi Penyakit Hati, Gema Insani: Jakarta, Hal:15.