Rabu, 21 November 2018

MAKALAH FAKTOR PENENTU DALAM PEMBELAJARAN PAI (PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)


FAKTOR PENENTU DALAM PEMBELAJARAN PAI

(PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Semakin baik kualitas pedidikan yang diselenggarakan oleh suatu masyarakat atau bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baik pula kualitas sumber daya masyarakat atau bangsa tersebut yang kemudian melahirkan peradaban bernilai tinggi yang dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan Islam khususnya harus dapat melahirkan manusia paripurna, terbaik, insan kamil atau manusia yang bertaqwa yaitu sosok manusia yang memahami peran dan fungsinya dalam kehidupan, serta manyandarkan semuanya pada ajaran dan hukum Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Dalam proses pembelajaran pendidikan Agama Islam, pemilihan dan penggunaan metode serta tekhnik yang digunakan seorang pengajar harus tepat dan sesuai sehingga pembelajaran pendidikan Agama Islam dapat berhasil dan menghasilkan out put yang diharapkan. Keberhasilan tersebut tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam, yang akan dibahas dalam makalah ini.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsep pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) ?
2.      Bagaimanakah faktor penentu dalam pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konsep Pembelajaran PAI
Pembelajaran ialah membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan menurut Corey sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Sagala Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.[1]
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki peserta didik, maka pada saat itu juga semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien.[2]
Pada hakekatnya pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan peserta didik atau bagaimana membuat peserta didik dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemampuannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan peserta didik.
Sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman subyek peserta didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Selain itu PAI bukanlah sekedar proses usaha mentransfer ilmu pengetahuan atau norma agama melainkan juga berusaha mewujudkan perwujudan jasmani dan rohani dalam peserta didik agar kelak menjadi generasi yang memiliki watak, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur serta kepribadian muslim yang utuh.[3]
Sedangkan Zakiyah Drajat dalam bukunyaIlmu Pengetahuan Pendidikan Agama Islam” menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama serta menjadikannya sebagai pedoman sebagai pandangan hidup.[4]
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[5]
Jadi, pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebagai upaya membuat peserta didik dapat belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari Agama Islam secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku seseorang baik dalam kognitif, efektif dan psikomotorik.[6]
Dengan demikian pembelajaran PAI adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam belajar agama Islam. Pembelajaran ini akan lebih membantu dalam memaksimalkan kecerdasan peserta didik yang dimiliki, menikmati kehidupan, serta kemampuan untuk berinteraksi secara fisik dan sosial terhadap lingkungan.[7]

B.       Faktor Penentu dalam Pembelajaran PAI
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaannya. Dalam kontek, proses balajar di sekolah atau di Madrasah, pembelajaran tidak dapat hanya terjadi dengan sendirinya, yakni peserta didik belajar berinteraksi dengan lingkungnnya seperti yang terjadi dalam proses belajar di masyarakat (social learning). Proses pembelajaran harus diupayakan dan selalu terikat dengan tujuan (goal based). Oleh karenanya segala kegiatan interaksi, metode dan kondisi pembelajaran harus direncanakan dengan selalu mengacu pada tujuan pembelajaran yang dikehendaki.[8] Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai penentu dalam strategi pembelajaran PAI adalah sebagai berikut :
1.        Faktor Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada hakikatnya mengacu pada hasil pembelajaran yang diharapkan. Sebagai hasil yang diharapkan,tujuan pembelajaran harus ditetapkan lebih dahulu sehingga upaya pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan.
Tujuan merupakan faktor yang paling pokok, sebab semua faktor yang ada di dalam situasi pembelajaran, termasuk strategi pembelajaran, diarahkan dan diupayakan semata-mata untuk mencapai tujuan. Tujuan pengajaran menggambarkan tingkah laku yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran selesai dilaksanakan. Tingkah laku tersebut dalam dikeleompokkan ke dalam kelompok pengetahuan (aspek kognitif), keterampilan (aspek psikomotorik), dan sikap (aspek afektif).[9]
Tujuan umum pembelajaran mengacu pada hasil keseluruhan isi bidang studi yang diharapkan. Sedangkan tujuan khususnya mengacu pada konstruk tertentu (misalnya fakta,konsep, prosedur) dari suatu bidang studi PAI berupa konsep, dalil, kaidah dan keimanan yang menjadi landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran.
2.        Faktor Materi Pembelajaran
Dilihat dari hakikatnya, ilmu atau materi pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik ilmu atau materi pelajaran membawa implikasi terhadap penggunaan cara dan teknik dalam pembelajaran. Secara teoritis di dalam ilmu atau materi terdapat beberapa sifat materi, yaitu fakta, konsep, prinsip, masalah, prosedur (keterampilan), dan sikap (nilai).[10]
Materi pelajaran memiliki tingkat kedalaman, keluasan, kerumitan yang berbeda-beda. Materi pembelajaran dengan tingkat kesulitan yang tinggi biasanya menuntut langkah-langkah analisis dalam tataran yang beragam. Analisis bisa hanya pada tataran dangkal, sedang, maupun analisis secara mendalam. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat mampu memberikan arahan praktis untuk mengatasi tingkat kesulitan suatu materi pembelajaran.
3.        Faktor Peserta didik
Karakteristik peserta didik merupakan aspek kualitas perseorangan peserta didik, dapat juga dikatakan keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.
Karakteristik kemampuan awal peserta didik dapat dijadikan dasar dalam pemilihan strategi pembelajaran. Kemampuan awal sangat penting dalam meningkatkan kebermaknaan pembelajaran, sehingga akan memudahkan proses internal yang berlangsung dalam diri peserta didik.
Peserta didik sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses pembelajaran, sebab tujuan yang harus dicapai semata-mata untuk mengubah perilaku peserta didik itu sendiri. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah peserta didik yang terlibat di dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan bahwa :[11]
a.    Peserta didik sebagai keseluruhan. Dalam arti segala aspek pribadinya diperhatikan secara utuh.
b.    Peserta didik sebagai pribadi tersendiri. Setiap peserta didik memiliki perbedaan dari yang lain dalam hal kemampuan, cara belajar, kebutuhan, dan sebagainya, yang berkaitan erat dengan proses pembelajaran.
c.    Tingkat perkembangan peserta didik akan mempengaruhi proses pembelajaran.
Selain itu, faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran peserta didik adalah faktor keluarga. Peserta didik berangkat ke sekolah dari rumah tidak hanya membawa buku, membawa uang saku namun juga membawa latar belakang ideologi dari rumah, serta membawa asumsi-asumsi dasar yang ia bangun dari lingkungan keluarga. Faktor keluarga ini terbagi ke dalam enam faktor yaitu orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang budaya.[12]
4.        Faktor Sarana Prasarana
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pembelajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik.[13]
Faktor prasarana turut menentukan proses dan hasil belajar. Misalnya, jika guru merencanakan akan menggunakan metode demonstrasi dalam mengajarkan suatu keterampilan kepada peserta didik dengan menggunakan alat pembelajaran yang telah ditetapkan. Akan tetapi, jika ternyata alatnya kurang lengkap atau sama sekali tidak ada, maka proses yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan hasilnya tidak akan tercapai sesuai yang diharapkan.[14]
Meskipun begitu, keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau tujuan pembelajaran. Dalam kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
5.        Faktor Waktu
Faktor waktu dapat dibagi dua, yaitu yang menyangkut jumlah waktu dan kondisi waktu. Hal yang menyangkut jumlah waktu adalah berapa jumlah jam pelajaran yang tersedia untuk proses pembelajaran. Rancangan belajar yang baik adalah penggunaan alokasi waktu yang dihitung secara terperinci, agar pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti. Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis. Dalam kegiatan inti yang meliputi tahap eksplorasi – elaborasi – konfirmasi, mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan penutup. Sedangkan yang menyangkut kondisi waktu ialah kapan pembelajaran itu dilaksanakan. Pagi, siang, sore atau malam, kondisinya akan berbeda. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang terjadi.[15]
6.        Faktor pendekatan belajar
Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk menunjang keefektifan dan efisiensi dalam proses pembelajaran materi tertentu. Srategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar peserta didik tersebut.
Seorang peserta didik yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep (memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi) misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada peserta didik yang menggunakan pendekatan belajar (memusatkan rincian-rincian materi dan semata-mata memproduksi secara persis) atau reproductive (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi).[16]
7.        Faktor Guru
Faktor guru adalah salah satu faktor penentu, pertimbangan semua faktor di atas akan sangat bergantung kepada kreativitas guru. Dedikasi dan kemampuan gurulah yang pada akhirnya mempengaruhi proses pembelajaran.[17]
Peranan guru sangat melekat erat dengan pekerjaan seorang guru, maka pengajarannya tidak boleh dilakukan dengan seenaknya saja atau secara sembrono. Karena jika demikian akan berakibat fatal, menggagalkan peningkatan mutu pendidikan. Seorang guru harus tau tugas dan perannya sebagai guru, sehingga mampu memainkan peran pentingnya bagi keberhasilan peningkatan mutu pendidikan.
Peran guru tidak hanya sebagai pengajar, namun juga sebagai direktur (pengarah) belajar (director of learning). Sebagai direktur, tugas dan tanggung jawab guru menjadi meningkat, termasuk melaksanakan perencanaan pengajaran, pengelolaan pengajaran, menilai hasil belajar, memotivasi belajar dan membimbing.[18] Asef Umar memberikan penjelasan tentang peran guru dalam proses pembelajaran sebagai berikut :[19]
a.         Guru sebagai sumber belajar, peran ini berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran.
b.         Guru sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan agar memudahkan peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran.
c.         Guru sebagai pengelola, guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara nyaman.
d.        Guru sebagai demonstrator, maksudnya adalah peran untuk mempertunjukkan kepada peserta didik segala sesuatu yang dapat membuat peserta didik lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan guru.
e.         Guru sebagai pembimbing, guru berperan dalam membimbing peserta didik agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup dan harapan setiap orang tua dan masyarakat.
f.          Guru sebagai pengelola kelas, guru bertanggung jawab memelihara ligkungan kelas, agar senantiasa menyenangkan untuk belajar.
g.         Guru sebagai mediator, guru harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media pendidikan, untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar.
h.         Guru sebagai evaluator, guru hendaknya menjadi evaluator yang baik, agar dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan peserta didik terhadap pelajaran dan keefektifan metode mengajar.
Seiring berkembangnya zaman, dunia mengalami kemajuan dalam segala bidang disebut era globalisasi. Globalisasi merupakan keadaan yang riskan terutama bagi perkembangan anak didik. Oleh karena itu guru menempati posisi strategis dalam membentuk karakter anak didik agar ke depannya tercipta generasi cerdan dan berkarakter. Dalam era globalisasi ini, guru memiliki peran yang strategis dalam persoalan intelektual dan moralitas. Guru harus memosisikan diri sebagai sosok pembaharu. Dalam tantangan global guru juga berperan sebagai agent of change dalam pembaharuan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa fakor guru amat sangat besar, yang tidak saja melibatkan kemampuan kognitif tetapi juga kemampuan afektif dan psikomotorik. Seorang guru dituntut mampu memainkan peranannya dalam menjalankan tugas keguruan. Dalam hal pendidikan agama Islam, tujuan utama pendidikan untuk menciptakan generasi mukmin yang berkepribadian ulul albab dan insan kamil. Guru agama tidak cukup hanya mentrasfer pengetahuan agama kepada anak didiknya (transfer of knowledge). Guru harus mampu membimbing, merencanakan, memimpin, mengasuh, dan menjadi konsultan keagamaan peserta didiknya (transfer of velue).












BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pembelajaran PAI adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam belajar agama Islam. Pembelajaran ini akan lebih membantu dalam memaksimalkan kecerdasan peserta didik yang dimiliki, menikmati kehidupan, serta kemampuan untuk berinteraksi secara fisik dan sosial terhadap lingkungan. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan strategi pembelajaran PAI adalah sebagai berikut :
1.      Faktor tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran pada hakikatnya mengacu pada hasil pembelajaran yang diharapkan. Sebagai hasil yang diharapkan,tujuan pembelajaran harus ditetapkan lebih dahulu sehingga upaya pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan
2.      Faktor materi pembelajaran,
3.      Faktor peserta didik, peserta didik sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses pembelajaran, sebab tujuan yang harus dicapai semata-mata untuk mengubah perilaku peserta didik itu sendiri
4.      Faktor sarana prasarana, Faktor prasarana turut menentukan proses dan hasil belajar
5.      Faktor waktu, faktor waktu dapat dibagi dua, yaitu yang menyangkut jumlah waktu dan kondisi waktu
6.      Faktor pendekatan belajar, Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk menunjang keefektifan dan efisiensi dalam proses pembelajaran materi tertentu
7.       Faktor guru, peran guru tidak hanya sebagai pengajar, namun juga sebagai direktur (pengarah) belajar (director of learning).



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid dan Dina Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1991
Alfabeta Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2010
Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, Diva Press, Jogjakarta, 2011
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2009
Muhaimin .et.al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013
Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, Misaka Galiza, Jakarta, 2003, Cet-3
Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, Gunungjati dan Yayasan al-Qalam, Semarang, 2002
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Alfabeta, Bandung, 2006
Toto Fathoni dan Cepi Riyana, Komponen-Komponen Pembelajaran dalam Kurikulum dan Pembelajaran dalam Kurikulum dan Pembelajaran, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Kencana, Jakarta, 2009
Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara , Jakarta, 1992


[1] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Alfabeta, Bandung, 2006, hlm.61
[2] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 296
[3] Muntholi’ah,  Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, Gunungjati dan Yayasan al-Qalam, Semarang, 2002, hlm.18
[4] Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara , Jakarta, 1992, hlm.86
[5] Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hlm.16
[6] Abdul  Majid  dan  Dina  Andayani,  Pendidikan Agama  Islam  Berbasis Kompetensi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm.132
[7] Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, Misaka Galiza, Jakarta, 2003, Cet-3, hlm.14
[8] Muhaimin .et.al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm.164
[9] Toto Fathoni dan Cepi Riyana, Komponen-Komponen Pembelajaran dalam Kurikulum dan Pembelajaran dalam Kurikulum dan Pembelajaran, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 154
[10] Ibid, hlm. 155
[11] Ibid, hlm.156
[12] Alfabeta Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.60.
[13] Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm.250
[14] Toto Fathoni dan Cepi Riyana, Komponen-Komponen Pembelajaran dalam Kurikulum dan Pembelajaran dalam Kurikulum dan Pembelajaran, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,  2011, hlm.156
[15] Ibid, hlm.156
[16] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 157
[17] Toto Fathoni dan Cepi Riyana, Op.Cit,  hlm.157
[18] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 98-100
[19] Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, Diva Press, Jogjakarta, 2011, hlm.49